12 Jan 2021, 123 View
Beberapa hari terakhir banyak yang menghubungi Saya. Baik via telepon maupun melalui pesan ketik whatsapp. Berkenaan dengan sengketa hasil pemilihan gubernur/wakil gubernur yang sebentar lagi digelar di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka khawatir, kepercayaan sebagian besar rakyat Sumatera Barat kepada Mahyeldi-Audy untuk menjadi gubernur dan wakil berubah di tangan MK.
Kata mereka, 'kedua pasangan yang menggugat ke MK punya akar politik yang kuat di level nasional. Dengan bekal itu, mereka bisa saja main kotor di MK; melakukan apa saja demi mengalahkan Mahyeldi-Audy yang nota-bene tidak didukung oleh partai politik pengendali kekuasaan negara.
Saya jawab, 'Jangan khawatir. Insyaallah MK akan bersikap profesional menangani sengketa hasil pilgub'.
'Waktu sengketa pemilu legislatif yang lalu, Saya juga menerima ungkapan kekhawatiran serupa. Asli Chaidir yang Saya bela di MK akan dikalahkan. Sebab, pemohonnya adalah kader partai pemenang pemilu yang bisa saja mengatur-atur putusan MK. Ternyata tidak. MK tetap mengeluarkan putusan sesuai fakta', Saya memberikan contoh.
Jawaban apa adanya itu tidak serta merta menenangkan. Tetap saja ada yang meragukannya.
Jujur, Saya orang hukum yang percaya kepada MK. Sudah 25 tahun Saya menjalani praktik bela-membela di pengadilan. Saya bersaksi, profesionalitas dan kredibilitas lembaga dan orang-orang MK tiada tandingan. Jauh dibanding lembaga judisial lainnya.
Dua orang hakim MK memang pernah masuk lubang. Hakim yang berlatar belakang politisi. Tapi itu sangat personal sifatnya. Tidak menggambarkan wajah lembaga secara keseluruhan. Setelah kejadian Akil Mochtar, MK berbenah habis-habisan. Begitu juga setelah Patrialis Akbar dicokok KPK.
Praktik bersidang di MK boleh dibilang prototipe; model bersidang di pengadilan yang seharusnya. Jadwal sidangnya tersusun rapih. Tepat waktu. Pihak yang tidak datang pada waktu yang ditentukan akan ditinggal. Tidak sebagaimana praktik bersidang di pengadilan negeri (PN) atau pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Di PN atau PTUN, semua waktu bersidang dibuat sama. Semua dibuat jam 9.00. Praktiknya, sidang bisa saja digelar pukul 11.00 bahkan setelah makan siang atau ba'da Ashar. Sangat tergantung kehadiran para pihak, hakim atau panitera pengganti.
Staf MK tidak bisa dihubungi seenaknya. Menghubunginya harus melalui saluran resmi milik MK. Itupun hanya untuk urusan teknis persidangan. Jauh beda dengan praktik di lembaga peradilan lainnya.
Praktik penyerahan salinan putusan di MK juga sangat baik. Begitu putusan selesai dibacakan, beberapa menit setelahnya bagian kepaniteraan langsung menyerahkannya kepada pihak yang berhak.
Di PN dan PTUN jangan ditanya. Salinan baru bisa diambil beberapa hari setelah palu diketokkan. Bahkan bisa berbilang minggu. Alasanya macam-macam. Yang paling sering, putusan belum selesai diketik. Ada-ada saja.
Isyaallah, sampai hari ini Saya masih yakin MK adalah lembaga profesional dan kredibel yang diisi oleh orang-orang yang memelihara integritas mereka.
Beberapa minggu yang lalu, Saya menghubungi seorang teman, hakim MK. Meminta beliau memberikan endorsement atas buku Saya yang akan terbit bulan Februari 2021 ini. Mulanya beliau setuju. Saya senang.
Beberapa hari menjelang deadline, beliau menghubungi lagi melalui pesan whatsapp. Katanya, 'Maaf Pak Miko. Saya batal memberikan endorsement. Pasalnya, Pak Miko akan mendampingi Mahyeldi di MK. Saya tidak ingin endorsement itu jadi bahan nyinyiran orang-orang yang tidak suka dengan saya, MK dan Pak Miko sendiri. Bahkan, bisa jadi, itu akan berakhir di sidang etik. Maaf, saya harus menjaga itu'.
Saya memahami keputusan teman itu, dan tidak berkecil hati. Saya semakin yakin, MK akan senantiasa menjaga profesionalitas dan krediblitasnya. Saya tidak yakin hakim-hakim MK mau mengorbankan kemulian dunianya untuk sekadar mengakomodir kepentingan politik pragmatis kelompok tertentu. Tidak perlu meragukan MK. Insyaallah.
Oleh Miko Kamal
0
0
0
0
0
0