14 Agt 2025, 12 View
JAKARTA - RDG | Pati hari ini memberi kita pelajaran penting. “Pati Movement” bukan sekadar protes rakyat kepada penguasa, tetapi lembar pelajaran bagi setiap pejabat yang masih punya hati rasa.
Pejabat seperti Sudewo—yang memaksakan kebijakan, menggertak rakyat, dan merasa tak tersentuh—bukan hanya ada di Pati. Mereka ada di banyak daerah. Mereka berpikir rakyat akan tunduk ketika ditakut-takuti. Mereka percaya hukum dan aparat akan selalu di pihak mereka, karena merasa sebagai pemegang anggaran.
Mereka lupa. Anggaran negara dan daerah (APBN/APBD) tidak berasal dari kantong mereka. Sumbernya adalah pajak yang dibayar rakyat—baik dari gaji, usaha, kendaraan, maupun tanah yang mereka miliki.
Pajak itu cairan kehidupan negara. Dan rakyat akan memberikannya dengan tulus jika hidup mereka layak. Tetapi memaksa rakyat yang sedang kesulitan ekonomi untuk membayar pajak dengan ancaman adalah tindakan yang tak berlogika dan tak berperasaan.
Saya memikirkan ini sambil menatap keluar jendela. Teh manis di meja terasa pahit. Roti manis pun hambar. Mungkin karena hati saya tak rela melihat penguasa memperlakukan rakyat seperti angka-angka tanpa rasa.
Rakyat Pati mungkin berbeda leluhur dengan kita. Tapi mereka punya hati dan harga diri. Mereka melawan karena kebijakan yang lahir dari kecerobohan dan keangkuhan.
Seorang kepala daerah sejati seharusnya berani mengakui kesalahan, memperbaiki jika diberi kesempatan, atau mundur jika amanah telah hilang. Bukan malah menindas dan memobilisasi kekuatan melawan rakyatnya sendiri.
Jika kita mau jujur, pelajaran dari Pati ini bisa menjadi inspirasi. Tapi itu tergantung pada kita: mau belajar atau memilih menutup mata. Karena pada akhirnya, kekuatan negara bukan berasal dari jabatan, melainkan dari rakyat yang rela menopangnya.
Reporter : Nur Ha
Sumber. : William Nursal Devarco
Founder JPI Saja, Penggerak GEMPA Indonesia
0
0
0
0
0
0