5 Nov 2020, 313 View
Selasa kemarin salah seorang sahabat konsultan politik mengirim dokumen hasil survey Poltracking Indonesia, beliau langsung berkomentar bahwa "hasil survey ini jelas sekali abal-abalnya".
Lalu penulis balas WA sahabat tersebut dengan bertanya ; "dimana letak abal-abalnya?". Beliau jawab : "lihat halaman 14 dari dokumennya", "disana dijelaskan bahwa popularitas dan akseptabilitas keempat Calon Gubernur Sumbar mendekati sama persentasenya", "semua masyarakat kenal dan suka". Lanjutnya ; "seharusnya elektabilitas keempat Paslon hampir sama juga", "tapi Mulyadi tinggi sendiri 49% dari semua calon". "Nah disini nampak manipulasinya".
Tapi pada Pilkada 2020 integritas Poltracking memang dipertanyakan. Beberapa waktu lalu kinerja pollster ini juga digugat di Pilkada Sulawesi Tengah, Pilkada Surabaya dan daerah lain yang tidak dipublis. Di beberapa daerah tersebut, surveinya Poltracking Indonesia dianggap tidak masuk akal, bahkan terkesan abal-abal. Mereka dituduh merekayasa hasil survei untuk mengangkat citra kandidat tertentu termasuk Sumbar.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Poltracking merupakan konsultan politik bagi calon Gubernur Mulyadi, yang ditolak dibantu oleh lembaga Voxpol Research and Counsulting. Elit Sumbar sudah mengetahu bahwa informasi yang beredar menyebutkan bahwa lembaga survei yang didirikan Hanta Yuda itu sudah mengelola tim pemenangan sejak Juni lalu.
Penulis diawal tidak kaget lagi hasil survei dirilis oleh Poltracking Indonesia pada hari kemarin mengunggulkan Mulyadi-Ali Mukhni karena memang konsultanya. Bagaimana mungkin sebuah lembaga survei (Pollster) bisa bersikap netral sementara Sedangkan mereka adalah bagian dari tim pemenangan salah satu kandidat.
Cuma sangat aneh sekali hasilnya diluar akal sehat bahwa Poltracking menyatakan tingkat keterpilihan Mulyadi-Ali Mukhni telah mencapai 49,5 persen. Kemudian disusul Nasrul Abit-Indra Catri dengan 21,3 persen, Mahyeldi-Audy 17,1 persen, dan Fakhrizal-Genius Umar 6,2 persen. Metodenya stratified multistage random sampling. Jumlah sampelnya 1.200 responden. Margin of error survei ini kurang lebih 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Tapi itulah kerja konsultan dibayar.
Tapi maklum sekarang Indonesia lagi pandemik covid-19. Hidup susah. Semuanya butuh esistensi agar mendapatkan dana atau untung besar dari survey saat Pilkada ini. Namun survey seperti ini menghancurkan kridibilitas poltreking dimana-mana.
Semua masyarakat Sumbar tahu bahwa Pilkada dengan empat pasang lebih hanya dimenangkan oleh Gamawan Fauzi pada Pilkada Sumbar 2005 diangka hanya 41 persen. Padahal saat itu, Gamawan sangat populer dan disukai masyarakat. Sekarang Gamawan Fauzi terang-terangan dukung Mahyeldi-Audy dalam Pilkada 2020, maka tak mungkin Paslon Mahyeldi-Audy nomor urut 3. Apalagi Padang cinta Mahyeldi karena berasil benahi Padang.
Sedangkan jejak digital medsos sangat terang benderang bahwa Gamawan Fauzi lebih sedikit masalahnya, malah tidak ada cacat dalam menjabat dan berhasil. Gamawan Fauzi jauh sekali popularitas jika dibandingkan dengan sosok Mulyadi.
Poltreking Indonesai lupa bahwa setiap kali Pilkada atau Pemilu semenjak tahun 2004/2005, 2009/2010, 2014/2015. Jika satu bulan menjelang pemcoblosan masih besar angka masyarakat yang belum menentukan pilihan di Sumbar. Hasil rielnya pun bisa dilihat bahwa partisipasi pemilih dipastikan dibawa 80% selalu.
Nah sangat tidak masukan akal dan gegabah membuat angka hasil survei Poltracking itu, 3,7 persen masyarakat Sumbar yang belum punya pilihan. Angka yang terlalu kecil dibandingkan dengan presentasi popularitas.
Poltreking lupa juga bahwa membuat angka popularitas dengan rata-rata 80% Calon Gubernur Sumbar tersebut, Sama maksutnya bahwa ada lebih kurang 20% calon yang tidak dikenal masyarakat. Berarti dipastikan bahwa 20% orang tersebut gak kenal pasti gak memilih.
Poltreking Indonesai perlu dipertanyakan kridibiltasnya, tapi memang tidak kridibel namun yang terpenting adalah apakah boleh hasil survey dirilis terbuka dalam aturan PKPU[*].
Oleh, Bagindo Yohanes Wempi
0
1
0
1
0
0