26 Agt 2020, 239 View
Kehidupan awal Mahyeldi Ansharullah
Mahyeldi menjalani masa kecil dan sekolahnya di Gadut, Tilatang Kamang, Agam, Sebuah nagari yang berbatasan langsung dengan Kota Bukittinggi.
Ia lahir dari pasangan suami istri Mardanis St. Tanameh dan Nurmi. Mahyeldi adalah kakak bagi enam adiknya.
Lahir dari keluarga sederhana dengan seorang ayah yang bekerja sebagai buruh angkat di Pasar Atas Bukittinggi, Ia harus bekerja keras membantu ayahnya untuk mendapatkan uang sejak masih kelas tiga SD.
Seusai membantu ayahnya, ia bergegas ke sekolah dan tidak pernah terlambat. Tak heran, ia selalu menjadi juara kelas.
Saat Mahyeldi kelas lima SD, ayahnya membawa ia dan keluarganya merantau ke Kota Dumai. Setelah berada di Dumai, tanggung jawab Mahyeldi semakin besar.
Waktunya habis oleh belajar dan bekerja. Usai salat subuh, ia berjualan ikan yang didapatnya dari nelayan asal Pariaman yang akrab disapa Ajo.
Ajo ini sering memberi potongan harga kepadanya. Setelah berjualan ikan, Mahyeldi juga menjadi loper koran.
Ia direkrut oleh pemuda asal Aceh, pemilik kios buku dan koran terkemuka di Dumai. Dengan berjualan koran, ia banyak tahu informasi yang sedang terjadi.
Saat korannya habis ia pun berlari kembali ke toko bosnya untuk menghabiskan waktu melahap buku dan majalah terbaru sembari menunggu jam sekolahnya yang masuk pada waktu siang hari.
Hasil, pengetahuannya di atas rata-rata murid di sekolahnya. Bahkan, gurunya yang enggan membeli koran sering menanyakan kepadanya mengenai berita aktual.
Mahyeldi rajin dan gemar membaca buku, terutama buku-buku Islam. Saat gurunya memberi esai tentang tokoh idola, ia langsung menulis kisah Nabi Muhammad S.A.W..
Ia juga menjadi kolektor buku. Sampai saat ini ia mengaku sudah mengoleksi lebih dari lima ribu buku.
Sepulang sekolah, berbeda dengan teman-temannya yang memilih bermain, ia menjajakan kue buatan ibunya berkeliling kampung.
Kuenya sering terjual habis. Dari hasil jerih payahnya itulah, ia menabung sedikit demi sedikit di celengan kaleng yang ia buat sendiri.
Mahyeldi rutin menghadiri kegiatan pembinaan keislaman di lingkungan tempat tinggalnya ketika SMP. Bahkan, ia terpilih sebagai ketua penyelenggaraan hari besar Islam, baik di sekolah maupun tempat tinggalnya.
Mahyeldi juga membentuk kelompok diskusi-diskusi agama yang ia adakan di masjid tempat tinggalnya. Saat ia tengah semangat dalam menjalani kehidupannya itu, ia harus berpisah dengan teman-temannya. Ia dibawa kembali orang tuanya yang memutuskan untuk kembali ke kampung halaman.
- Cerita Mahyeldi PArt 1-
3
0
0
0
0
1