Severity: Warning
Message: unlink(/home/u729339658/domains/redaksidaerah.com/public_html/application/cache/popular_posts_all_lang1): No such file or directory
Filename: drivers/Cache_file.php
Line Number: 279
Backtrace:
File: /home/u729339658/domains/redaksidaerah.com/public_html/application/helpers/custom_helper.php
Line: 131
Function: get
File: /home/u729339658/domains/redaksidaerah.com/public_html/application/core/Core_Controller.php
Line: 161
Function: get_cached_data
File: /home/u729339658/domains/redaksidaerah.com/public_html/application/controllers/Home_controller.php
Line: 8
Function: __construct
File: /home/u729339658/domains/redaksidaerah.com/public_html/index.php
Line: 315
Function: require_once
27 Agt 2025, 331 View
Alor, 28 Agustus 2025 RedakasiDaerah–Polemik penyerapan anggaran di Pemkab Alor semakin memanas setelah pernyataan bertolak belakang dari pimpinan daerah. Ketua DPRD Alor menyebut angka realisasi anggaran yang 11% itu masih terlalu tinggi, bahkan harusnya hanya 8,2%. Sementara itu, Wakil Bupati Alor mengklaim penyerapan sudah mencapai 40%. Ketidaksesuaian ini tak hanya bikin bingung masyarakat, tapi juga mencoreng kredibilitas pemerintah daerah dalam transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.
Kritik tajam mengalir dari berbagai pihak. Penyerapan anggaran yang masih rendah adalah masalah klasik di banyak daerah, tapi kondisi kebijakan di Alor justru makin membingungkan dengan data yang tak sinkron. Sementara pemerintah pusat menargetkan penyerapan anggaran daerah minimal 50% di pertengahan tahun, Alor bergulat dengan angka yang jauh di bawah standar tersebut, dengan info yang tidak jelas mana sebenarnya yang benar.
Ketua DPRD yang menilai 11% sudah “terlalu tinggi” justru mempertanyakan bagaimana bisa data resmi dipublikasikan disaat fakta di lapangan minim hasil dan lambannya realisasi program pembangunan. Sedangkan klaim Wakil Bupati 40% terasa seperti upaya menutupi fakta bahwa banyak program dan proyek belum berjalan optimal. Masyarakat melihat ini sebagai bukti lemahnya koordinasi dan komunikasi antara Pemda dan DPRD yang seharusnya menjadi pengawas utama anggaran.
Keterlambatan dokumen, proses birokrasi yang berbelit, dan kegamangan dalam penyusunan petunjuk teknis kerap jadi alasan klasik yang menghambat penyerapan. Namun, masyarakat berharap tidak ada lagi alasan basi yang membuat pembangunan dan pelayanan publik jadi korban. Transparansi dan akuntabilitas harus dijunjung tinggi agar kepercayaan publik bisa pulih.
Kini, warga menanti langkah tegas dan koordinasi nyata antara Pemkab dan DPRD Alor untuk menyelesaikan perselisihan data ini, mempercepat penggunaan anggaran, dan memastikan pembangunan sejalan dengan aspirasi masyarakat. Jika tidak, potensi kemubaziran anggaran dan stagnasi pembangunan akibat kebingungan akan terus menjadi beban daerah.
Editor : Airon Salek
1
0
0
0
0
0