Opini

6 Jun 2021, 259 View

Dampak perkebunan sawit bagi lingkungan

semarang|redaksidaerah.com Yayasan Bakti Alumni Yustisia (BAYU) telah menyelenggarakan kegiatan webinar dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia (world environment day) pada tanggal 5 Juni 2021 melalui platform media zoom dan berkolaborasi dengan Mongabay-Indonesia dan Resilience Fund & The Climate Reality Project. Acara berlangsung jam 10.00-12.30 dengan empat (4) Pembicara antara lain: 1) Eliza Diana-Jurnalis Mongabay, 2) Nukila Evanty-Resilience Fund Fellow 2021 & Climate Reality Leader, 3) Dr. Prayoto S.Hut, M.T-Kepala Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Riau dan 4) Dr. Aminah S.H., MSi.-Dosen Hukum Lingkungan FH Undip. Acara ini dipandu oleh Moderator yaitu Emy Handayani S.H., M.Hum selaku Ketua Yayasan BAYU dan dengan pembuka acara Leony Sondang Suryani S.H. Tema dari acara webinar ini adalah ‘Perkebunan Sawit Merugikan atau Menguntungkan Lingkungan?’ Acara webinar ini dihadiri berbagai unsur peserta mulai dari akademisi, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, aktivis lingkungan, mahasiswa. Hasil diskusi dalam webinar ini dapat dirangkum sebagai berikut.

Setiap bentuk kegiatan perkembangan pembangunan pastilah memberikan dampak, entah itu dampak positif ataupun dampak negatif tidak terkecuali perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perlu kita ketahui bahwa, perkebunan kelapa sawit merupakan sektor penting yang sangat menguntungkan dari sisi ekonomi bagi Indonesia apalagi disaat pandemi ini.

Dari adanya kelapa sawit, terdapat beberapa dampak yang dihasilkan baik positif maupun dampak negatif, yakni dari sisi positif yaitu efisiensi penggunaan lahan, sawit mempunyai nilai ekonomis dan semua unsur dari pohon kelapa sawit sangatlah berguna.Dari sisi negatif , sawit disinyalir mengurangi kawasan hutan karena diubah menjadi perkebunan sawit, banyak flora dan fauna yang habitatnya rusak dan seringkali terjadi pembakaran karena pembukaan lahan kelapa sawit.Diskusi ini juga mengungkap dampak perkebunan sawit terhadap keberadaan masyarakat adat. Nukila Evanty , Resilience Fund Fellow 2021 menyebutkan temuan awal tentang adanya perkebunan kelapa sawit dan keberadaan masyarakat adat di Riau, antara lain:

Dalam proses pengambil alihan tanah/hutan masyarakat adat yang dilakukan oleh perusahaan atau PTPN diduga terjadi taanpa persetujuan atas dasar informasi awal dari masyarakat adat, adanya ancaman atau intimidasi kepada masyarakat adat, kompensasi bagi masyarakat adat yang diberikan perusahaan tidak memadai dan transparan, adanya upah/sewa ke bank atau koperasi yang membebani masyarakat adat , masyarakat adat kehilangan hutan yang menjadi sumber makanan dan adanya pencemaran dan sungai menjadi kering. Maka perlu dilakukan upaya atau intervensi terutama dari pihak pemerintah untuk mengatasi isu ini serta dialog dengan masyarakat adat karena masyarakat adat memiliki hak-hak yang melekat supaya tetap terjamin kehidupan lingkungan hidupnya, ekonomi dan sosialnya.

Dr. Aminah dari FH UNDIP menjelaskan regulasi -regulasi telah mengatur tentang perkebunan dan kehutanan ini, tetapi masalah sebenarnya mungkin dari sisi penegakan hukum misalnya UU No.32/2009 tentang PPLH jika usaha perkebunan tersebut yang menimbulkan dampak merugikan masyarakat dan lingkungan yaitu menggunakan instrumen hukum administrasi, perdata dan pidana.Pada akhir webinar diberikan penghargaan BAYU AWARDS kepada dua (2) tokoh kategori penjaga lingkungan yaitu walikota Semarang Bapak Hendrar Prihadi S.E., M.M dan Prof. Dr. Retno Saraswati S.H. M.Hum., Dekan FH Undip.

Red: Nurdin,Panji ,shrt

 

 

 

 

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih