Opini

11 Jan 2022, 698 View

Beberapa Catatan Tentang Minangkabau

Ditulis Oleh : Saparlis Ns Ujang Rang Koto

 

Wilayah daerah Minangkabau yang mana sajakah yang termasuk wilayah Minangkabau?? Jawabannya ada berbagai macam pendapat. Ini tak mengherankan, karena memang sering terjadi bila berganti raja, berganti pula luas daerah kekuasaannya. (A. Damhuri dalam Harian Singgalang No 537 Th VI) pernah memaparkan dari beberapa buku tambo yang ada, bahwa yang dikatakan daerah Minangkabau itu adalah sebagai berikut.

1. Salah satu Tambo mengatakan, bahwa daerah Minangkabau itu adalah, Sikilang Airbangis (nama negeri) sampai ke Taratak Hitam (nama tempat), sampai ke Sipisak Pisau Hanyuik, Durian di Takuak Rajo, sampai ke Gunung Patah Sambilan, sampai Kelaut nan Sadidiah.

2. Tambo yang lainnya mengatakan, bahwa daerah Minangkabau itu adalah, sampai Kariak nan Badabua (yaitu daerah Bandar X sampai dengan perbatasan Kerinci), sampai Muara Takung Mudik (Alahan Panjang), Seedaran Gunung Merapi, Selingkung Gunung Singgalang, Seedaran Gunung Pasaman, sampai ke Sikilang Airbangih.

3. Menurut rumusan Komisi A pada suatu Seminar Islam di Minangkabau tanggal 23-27 Juli 1969 di Padang, bahwa daerah Minangkabau itu adalah sebagai berikut. Yaitu suatu daerah ditengah pulau Sumatera yang meliputi provinsi Sumatera Barat, Kuantan, Kampar Hilir dan Kampar Kanan menurut batas-batasnya. Ke Utara Sikilang Air Bangis (batas dengan Tapanuli Timur), Si Alang Balantak Basi (batas dengan Palawan). Ke Tenggara sampai Sipisak Pisau Hanyuik, Durian Ditakuak Rajo, Tanjung Malindu (batas dengan Jambi). Ke Barat dengan Lauik nan Sadidiah, Ombak nan Badabua, Riak nan Mamacah (Samudra Hindia).

Selain daerah Minang, ada juga yang disebut Daerah Rantau Minang, yaitu : 1. Kuantan Indragiri, 2. Siak Sri Indrapura, 3. Rao Mandailing, 4. Natal, Air Bangis, 5. Tiku, Pariaman, 6. Ranah Sungai Pagu (Muara Labuah), 7. Padang Pesisir Barat, 8. Tapan, Indra Pura dan 9. Jambi sembilan Lurah. 

Yang dimaksud daerah rantau adalah bukan daerah yang ditaklukkan oleh Kerajaan Minangkabau, melainkan daerah yang lama kelamaan dikuasai dan didiami oleh suku-suku Minang yang datang dari kelarasan yang tiga. Jadi sebenarnya penduduk daerah rantau itu ialah penduduk Minangkabau juga, dengan tetap memagang adat istiadatnya. Hanya dalam prosedurnya telah merubah sedikit-sedikit, di sebabkan suasana masyarakat dan pengaruh-pengaruh yang datang kepada mereka.

Adat Minangkabau

Masyarakat Minangkabau adalah terkenal dengan pembagian atas suku-suku. Dan dalam hal keturunan, adalah bersifat materiliniat. Dimana garis keturunan adalah berdasarkan suku dari  ibunya. Dan dalam hal harta pusaka, di turunkan kepada kemenakan bukan kepada anak dari se orang suami. Tentang pembagian suku-suku di Minangkabau. Berdasarkan tulisan (Rozali Usman dkk dari Team Ketua Dewan Pimpinan Pusat Sulit Air Sepakat, CV Remaja Karya, Bandung yang tahunnya tidak tercatat). Pembangun adat Minangkabau adalah Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang. Waktu Datuak Parpatiah nan Sabatang merantau ke benua Cina. Disana dia melihat orang-orang Cina hidup berpuak-puak atau bersuku-suku. Datuak Perpatiah tertarik akan hal itu dan mempelajarinya. Nama puak masyarakat Cina itu anatara lain LIM, TAN, AH dan lain-lain. Tiap puak di kepalai oleh Kepala Puak. Orang satu puak adalah bersaudara, dan tak boleh mengadakan hubungan perkawinan.

Dari pengalaman di negeri Cina itulah, Datuak Perpatih mendapat inspirasi untuk membuat hal yang serupa di Minangkabau. Maka terbentuklah suku-suku di Minangkabau. Yang semula hanya terdiri dari dua suku, yaitu Koto Piliang dan Budi Chaniago. Suku Koto Piliang dipimpin oleh Datuak Katumanggungan dan Bodi Chaniago dipimpin oleh Datuak Perpatiah nan Sabatang.

Dalam perkembangan selanjutnya, suku yang dua ini dikembangkan menjadi empat suku, yaitu Koto, Piliang, Bodi, dan Chaniago. Dari empat suku ini, kemudian berkembang lagi menjadi banyak suku. Dalam perkembangan yang banyak ini, masing-masing negeri di Minangkabau tidak sama nama sukunya.

Dari suku Koto Piliang lahirlah nama-nama suku baru sebagai pengembangannya, seperti: Tanjung, Sikumbang, Kutianyir, Guci, Payobada, Jambak, Salo, Banuampu, Damo, Tobo, Gelumpang, Dalimo, Pisang, Pagar Cancang, Patapang, Melayu, Bendang, Kampai, Panai, Sikujo, Mandailing, Bijo, Limo, Panjang dan lain-lain.

Dari suku Bodi Chaniago lahirlah nama-nama suku baru sebagai pengembangannya, seperti: Sungai Napa, Singkuang, Supanjang, Lubuak Batang, Panyalai, Madaliko, Sumagek, Limo Singkek dan lain-lain.

Dalam daerah Minangkabau suku-suku yang ada itu bertebaran diberbagai tempat atau daerah, namun menurut (Ahmad Datuak Batuah dalam Buku Tambo Minangkabau terbitan tahun 1956). Di daerah Siharo-haro sekitarnya yang termasuk negeri Sembilan di Kabupaten Solok, yaitu Guguk, Koto Lawas, Indudur, Pianggu, Sungai Jambu, Tarung-tarung, Bukit Bais, Sungai Durian dan Siharo-haro. Disitu hanya ada satu suku tunggal yaitu suku Melayu. Hal seperti ini terjadi kabarnya gara-gara dahulu negeri ini pernah berperang dengan Silungkang. Kalau ini benar, yang jadi pertanyaan perkawinan antar mereka. Apakah kawin sesuku ?

Adat nan Ampek

Orang Minang terkenal akan memegang teguh adatnya. Apakah yang dikatakan adat itu? Di Minang, adat tersebut terbagi atas empat, yaitu :

1. Adat nan Sabana Adat. Adat yang ditetapkan Allah yakni Al Qur’an dan Sunah Nabi. Inilah yang disebut SYARAK. Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah. Adat bapaneh, syarak balinduang. Syarak mengatakan, adat mamakai.

2. Adat Istiadat. Adat yang ditetapkan oleh Datuak Perpatiah nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan, pada sekitar abad ke 14. Yang merumuskan sebagai berikut:

a. Masyarakat Minang dibagi atas suku-suku.

b. Orang sesuku tak boleh kawin.

c. Lelaki yang kawin bertempat tinggal di rumah istrinya.

d. Harta pusaka turun kepada kemenakan, dan lain-lain.

3. Adat yang Diadatkan. Kebiasaan yang berlaku di suatu negeri atau tempat, yang di buat menurut kesepakatan antar penghulu-penghulu di negeri yang bersangkutan. Adat yang Diadatkan dapat membuang, mengubah, menambah atau mengurangi adat yang sudah berlaku di negeri itu.

Buruak dibuang jo etongan, Elok dicari jo mupakek (Jelek dibuang sama hitungan, baik dicari sama mufakat).

Dari Adat yang Diadat kan inilah lahir pribahasa : Lain lubuak lain ikan, Lain padang lain belalang, Lain orang lain pendapatnya, Lain negeri lain adatnya.

4. Adat yang Teradat. Dapat di artikan mode suatu masa dan tempat, yang penetapannya tidak perlu ada suatu kata mufakat para ninik mamak. Dia bisa berkembang begitu saja, dan hilang begitu saja. Contohnya pemakaian kopiah atau peci, bagi laki-laki. Kalau dulu kopiah itu harus di pakai bagi laki-laki yang keluar rumah. Tapi sekarang sudah tidak di haruskan lagi.

Dari uraian diatas nampak jelas, bahwa hidup bersuku-suku dan tak bolehnya kawin satu suku di Minangkabau, adalah ada kesamaan dengan di negeri Cina. Menurut pendapat pihak lain, adat Minang yang hampir bersamaan dengan adat Cina, bukanlah semata-mata karena pengalaman Datuak Perpatih nan Sabatang yang pernah merantau ke negeri Cina saja. Tapi ada kemungkinan orang Minang itu, asal usulnya memang ada campuran darah Cina. Karena rumah adat Minang ada ke miripan dengan rumah adat Cina. Sifat umum orang Minang yang mayoritas adalah suka berdagang, sama dengan sifat umum orang Cina.

Hal lain yang menarik untuk kita cermati adalah nama-nama suku di Minang. Suku Tanjung, TAN dan JUNG adalah bahasa Cina. Suku Chaniago, CHAN adalah bahasa Cina. Suku Piliang, LEE dan ANG adalah bahasa Cina.

Di Kalimantan Barat, ada suku Dayak, yang berwajah sipit kecina-cinaan. Dan ada diantara sekian banyak ragam suku Dayak itu, yang beberapa kata-kata dalam bahasanya, ada persamaan dengan bahasa Minang. Yang terkenal di Kalimantan Barat ini adalah upacara Naik Dangau. Dangau dalam bahasa Dayak sama artinya dengan dangau dalam bahasa Minang, yaitu gubuk dalam bahasa Indonesia. Jadi naik dangau itu artinya adalah naik gubuk. Ini besar kemungkinan pada zaman dahulu, diantara orang-orang ke turunan Cina, ada yang datang ke daratan Pulau Sumatera, dan berasimilasi dengan suku lain, dan akhirnya menurunkan orang Minang, sementara yang datang ke Pulau Kalimantan menurunkan orang Dayak.

Kemudian mengenai adat Minangkabau, yang menetapkan bahwa seorang laki-laki yang harus tinggal di rumah istrinya, adalah didorong oleh rasa penghormatan yang tinggi terhadap seorang ibu. Islam mengajarkan bahwa sorga itu berada di bawah telapak kaki seorang ibu. Dan Islam juga mengajarkan bahwa seorang anak harus berbakti keada ibunya sampai tiga kali, dibandingkan kepada ayahnya yang hanya disebut satu kali.

Mengenai harta pusaka yang jatuh kepada kemenakan, bukan kepada anak dari seorang suami, menurut sebuah hikayat yang tak jelas sumbernya. Ini dikarenakan faktor ke kecewaan Datuak pendiri adat Minangkabau, yang ketika dalam suatu pelayaran dalam pengembaraan. Kemenakannya lebih aktif membantu pamannya  (mamaknya) dalam keadaan sulit dan menghadapi tantangan, dari pada anaknya yang lebih banyak bermalas-malas. Wallahu ‘alam.

 

Editor  :  Robbie

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

1

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih