4 Sep 2020, 148 View
Arah Baru Minangkabau
Penulis : Bagindo Yohanes Wempi
Perjalanan sejarah Minangkabau belum ada satu pun pemikiran budayawan mengungkapkan nilai yang menjadi ideologi permanen dalam diri orang Minang sebagai landasan yang menjadi karakter khusus. Sejarah kultur orang Minangkabau ideologinya selalu berubah-ubah berdasarkan musim, atau dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dari luar, seperti ungkapan filosofi Minang yaitu “sekali aie gadang sekali tapian berubah”.
Wujud tidak adanya ideologi permanen tersebut maka setiap tokoh-tokoh Minangkabau yang eksis di republik dan dunia ini memiliki paham atau ideologi saling berbeda antara satu tokoh Minang dengan tokoh yang lainya alias tidak sama. Mungkin tidak berlebihan jika Jeffrey Hadler (2008:180) mengatakan bahwa West Sumatra became an ideological breeder reactor (reaktor pemijahan ideologi) sejak dulu sampai kini.
Ungkapan Jeffery Handle tersebut bisa dibenarkan dengan mengambil riwayat ideologi tokoh-tokoh Minang seperti Hatta penganut ekonomi kebersamaan (koperasi), Tuanku Nan Renceh (Islam konservatif), Fakih Saghir (Islam moderat), Haji Abdul Gani Rajo Mangkuto (kapitalis), Tan Malaka dan Upiak Itam (komunis), Sutan Sjahrir (sosialis).
Terakhir yang menghebohkan Minangkabau pada tahun 2012 adalah Alexander Aan yang mengaku paham ateis (tidak mengakui keberadaan tuhan) serta mengundang teman-temanya didunia maya bergabung didalam group facebook ateis yang beliau buat, dan tokoh lainnya yang diyakini hanyalah representatif (wakil yang tampak) dari anggota masyarakat Minangkabau penggandrung berbagai ideologi yang dibesarkan dalam kebudayaan dari luar.
Disimpulkan bahwa orang Minangkabau memiliki kegelisahan kultur yang tinggi yang memberikan peluang besar terjadinya sikap-sikap mengabdopsi ideologi berbeda yang memperpanjang track record kegandrungan dan kegairahan orang Minangkabau akhirnya mencicipi berbagai ideologi asing yang di masa lalu menurut Christine Dobbin (1983) dan diaplikasikan dalam kehidupannya dimanapun berada.
Dari paparan diatas sangat jelas bahwa karakter orang Minang memiliki kegelisahan kultur yang menyebabkan selalu terjadinya perubahan ideologi atau kultur bisa terjadi kapan saja, apalagi pada era keterbukan sekarang ini. Bukan tidak mungkin fenomena ini merupakan salah satu bentuk simptom dari apa yang disebut penyakit Padang complex (Suryadi, 03 Februari 2012).
Sadar atau tidak sadar peluang tumbuh genetik ideologi beragam didalam diri orang Miangkabau bisa lahir kembali seperti cerita diatas akibat berkembangnya ilmu pengetahuan akibat keterbuaan teknologi informasi, maka keadaan tersebut bisa meruntuhkan nilai-nilai filosofi Minang “adat basandi syarak-sayarak basandi kita bullah” yang selama ini telah membumi sebagai khultur khas Minangkabau, atau sudah dalam satu titik nilai paham/ideologi Minangkabau (IM).
Sosial Budaya Adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) yang menjadi nilai dalam diri orang Minang sudah bisa dikatakan final, tidak ada tawar menawar lagi untuk itu, sekarang saatnya filosofi tersebut di kembangkan dalam bentuk reteratur yang menjadi teori akademis kebanggaan orang Minang, penulis mencoba memberikan pemikiran agar filsafah “adat basadi sayarak-syarak basandi kita bulla” sudah bisa di jadikan ideologi baru didalam diri orang Minangkabau.
Ideologi Minangkabau (IM) yang akan dikembangkan dalam bentuk teori-teori yang akan bisa dimanfaatkan dari generasi ke generasi, secara aplikasi ideologi Minagkabau (IM) ini sangat sederhana yaitu Apabila orang Minangkabau telah menanamkan nilai-nilai ABS-SBK berarti mereka sudah orang Minang, jika tidak menamkan nilai ABS-SBk tersebut berarti tidak orang Minang, itulah Ideologi Minangkabau (IM).
Tapi tantangan konsep IM ini sangat berat diaplikasikan dengan permasalah sosial budaya orang Minang yang komplek saat ini, dimana pola pikir yang mengarah kepribadi sekuler dan maksiat (berzina, berjudi, mambukan, dan lainya) sudah menjadi pemandangan biasa, orang tidak lagi menjalankan kehidupan sosial budaya minang yang menjunjung rasa malu, raso jo pareso. Disinilah peran ideologi Minangkabau (IM) tersebut ditanamkan ditengah permasalahan yang komplek tersebut, sehingga kedepan orang Minang memiliki tatanan nilai sosial budaya yang kokoh .
Menanamkan suatu ideologi kedalam diri seseorang sangatlah sulit, tanpa adanya penanganan yang serius oleh pemangku kepentingan tidak akan berhasil, disinilah perlu adanya kesepakatan bersama bahwa untuk membangun karakter sosial budaya orang Minang perlu ada ideologi Minang yang didijalankan bersama.
Jika tidak bisa, yakinilah sejarah akan berulang kembali, seperti lahirnya ideologi-ideologi negatif bawaan orang Minang yang akan meruntuhkan nilai-nilai kultru yang sudah disepaktai bersama dalam perjanjian bukik marapalam atas kesepakatan antara kaum adat dan kaum agama pada tahun 1820-an, mereka selaku representaitf pendahulu sudah berkomitmen dan bersumpah satia untuk menjalankan “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) menjadi pegangan dan landasan bersama, termasuk oleh nak cucu, kemenakan beriktnya.
Sekarang saatnya sumpah satia adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) yang penulis katakan ideologi Minangkabau (IM) tersebut dijalankan secara benar dan penuh dengan ketatanan disetiap kehidupan. Konsep IM tersebut belum terlambat ditanamkan dalam kehidupan orang Minang sekarang, tinggal Para alim ulama, ninik mamak dan cadiak pandai mari mencoba menjalankan secara menyeluruh tanpa mengingkari.
Secara teori ideologi Minangkabau (IM) tidak ditemukan dalam leteratur akademis, tapi orang Minang karna memiliki nilai-nilai tersendiri wajar menjadikan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) sebagai ideologi baru yang dapat menfinalkan kegalauan dan kegelisah kultur yang suautu waktu akan meledak kemabali dalam kesesatan.
Jika tidak difinalkan konsep adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) dalam bentu konsep ideologi maka dalam perjalanan sejarah Minangkabau kedepan akan mampu membatalkan perjanjian bukik marapalam atas kesepakatan antara kaum adat dan kaum agama pada tahun 1820-an, yang menjadikan Minangkabau ini menajadi daerah antah berantah, yang tergantung “Jalan dialiah dek urang lalu Cupak dipapek dek urang manggaleh Adaik dialiah dek urang datang”.
0
0
0
0
0
0