26 Jul 2023 - 573 View
Kalabahi | RedaksiDaerah.com | Menyikapi berita Hukrim RDTV yang berisi keterangan Ketua DPRD Kabupaten Alor tentang indikasi Mafia Kasus dalam penanganan perkaranya di Polres Alor dan Kejari Alor, selaku Tersangka, Sulaiman Singhs, S.H., di WhatsApp Group (WAG) DPRD Kabupaten Alor, pada hari ini, Rabu (26/07/23) mengirimkan tautan berita Hukrim RDTV dimaksud dan menyindir bahwa ungkapan Ketua DPRD Alor dalam berita ini merupakan lagu lama yang dirilis ulang, "Lagu lama rilis ulang,” tulis Sulaiman yang telah ditetapkan sebagai Tersangka penganiayaan terhadap Ketua DPRD Kabupaten Alor oleh penyidik Polres Alor pada tangal 31 Maret 2023 lalu usai menganiaya Enny pada tanggal 4 Januari 2023 silam.
Menyikapi itu, Enny mengatakan bahwa ada tangan kuat yang menopang Tersangka dari belakang, “jika seorang Tersangka berani menanggapi demikian, maka patut diduga ada tangan yang kuat menopang Tersangka dari belakang sehingga seorang Tersangka berani menyindir demikian, dan ini sangat mencoreng nama baik dari institusi Polisi dan Jaksa selaku penegak hukum,” jelas Enny melalui telepon kepada wartawan usai mengirimkan tangkapan layar WAG DPRD Alor kepada wartawan, Rabu (26/07/23).
Sikap Tersangka itu disebut Enny mewakili kekuatan terselubung yang membuat Tersangka merasa tenang karena ada yang melindunginya, meski jelas bahwa Tersangka telah melakukan tindakan penganiayaan terhadap Enny dan sudah menjadi konsumsi publik Alor bahkan nasional. Selain itu Enny mengatakan bahwa Tersangka tidak merasa bersalah apalagi merasa malu layaknya manusia normal pada umumnya.
“Secara manusiawi itu harusnya ada rasa bersalah dan malu sebagaimana manusia pada umumnya, tapi ini tidak ada rasa bersalah dan rasa malu sama sekali. Ini harus ada revolusi mental di internal DPRD Alor sebab sudah jelas berbuat salah dan itu jelas-jelas tindak pidana tapi tidak merasa bersalah dan malu sedikitpun juga,” papar Enny menyesalkan moral pejabat yang tak lagi punya rasa bersalah apalagi rasa malu terhadap rakyatnya.
Hal itu membuat Enny kian memperkuat dugaannya bahwa terdapat indikasi Mafia dan Bisnis Kasus dalam penanganan perkaranya itu, yang menurutnya patut diduga jika hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan sebab ada banyak laporannya yang tidak ditindak lanjuti oleh Polres Alor dan ada pula berkas perkaranya yang tidak ditindak lanjuti atau diabaikan oleh Kejari dengann alasan bahwa Enny adalah pejabat publik jadi pantas untuk dikritisi, meski menurut Enny berkas perkara itu sudah dilimpahkan ke Kejari oleh penyidik Polres Alor.
Enny kemudian mengatakan bahwa pihak yang paling bertanggung jawab dalam penanganan perkaranya itu adalah Kapolres Alor dan Kajari Alor selaku pimpinan institusi yang telah dilegitimasi Undang-undang untuk menegakkan supremasi hukum di negara ini, termasuk wilayah hukum Kabupaten Alor sebagai wilayah NKRI yang masuk dalam kewenangan Kapolres dan Kajari Alor.
“Mereka dua (Kapolres dan Kajari Alor, Red) ini yang paling bertanggung jawab sebab jika seorang Tersangka berani sekali menyindir ungkapan saya yang hingga detik ini terus berjuang mencari keadilan, yakni menyindir seperti bukti chatingannya di WA group DPRD Alor ini, maka saya yakin ada kekuatan pihak berkompeten di belakang Tersangka. Nah ini, ini jelas mempertaruhkan marwah dan nama baik Polisi maupun Jaksa. Saya akan kawal hingga Kapolri dan Kajagung serra Komisi III DPR RI,” tegas Enny bernada kesal.
Mencermati situasi ini, maka publik akan menilai sehingga kini Kajari Alor dan Kapolres Alor diperhadapkan dengan pilihan, menjaga marwah dan nama baik institusi atau melindungi dan memperingan sanksi pidana seorang Tersangka yang tetap merasa diri benar dan tak ada rasa malu lagi sesuai ungkapan Enny. Lebih lanjut Enny mengatakan bahwa sindiran Tersangka itu sudah cukup mewakili rasa tenang yang dialami Tersangka, sebab Tersangka merasa sudah ada jaminan perlindungan dan keringanan dari jeratan hukum yang lebih besar konsekuensinya, yang mana perlindungan maupun meringankan sanksi pidana Tersangka itu merupakan domain Kapolres dan Kajari Alor, sebab hal itu hanya bisa ditentukan oleh pimpinan kedua instiusi Penegak Hukum di Kabupaten Alor, yakni Kapolres Alor dan Kajari Alor, baru selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan untuk diadili dan diputus demi memeproleh kepastian hukum yang berkeadilan dan mampu memberi asas manfaat bagi Enny maupun Tersangka.
Dalam hal ini, Enny menyebut bahwa Jaksa adalah penuntut umum dan bukan Pengacara yang berkewajiban membela perkara klinennya. Hal itulah yang kemudian membuat Enny menduga adanya indikasi Mafia Kasus dalam perkara ini. “Jaksa itu penuntut. Bukan pembela. Jadi harusnya Kajari memperberat sanksi pidana dengan menuntut dan bukan meringankan sanksi pidana bagi Tersangka, sebab untuk memperjuangkan hak Tersangka untuk meringankan konsekuensi pidananya adalah peran pengacara atau kuasa hukum Tersangka, bukan peran Kajari. Ini ada apa? Kenapa Kajari malah memberi petunjuk yang meringankan sanksi pidana bagi Tersangka dari pasal 351 turun menjadi 352 KUHP?” tandas Enny bersimpul tanya.
Untuk itu, Enny mengimbau kepada masyarakat Alor agar masyarakat Alor harus peka mengawasi kerja dan kinerja penegak hukum di Kabupaten Alor, baik itu Polisi maupun Jakas, sebab menurut Enny jika dirinya yang adalah seorang Ketua DPRD, atau merupakan pejabat daerah saja penanganan perkaranya dipelintir dan bisa terindikasi praktik Mafia Kasus, apalagi perkara rakyat kecil yang kini tak lagi bisa lagi disebut sebagai Pencari Keadilan namun lebih tepatnya dikatakan sebagai Pengais Keadilan seperti diungkapkan Hotman Paris, karena menurut apa Enny, apa yang dikutip dari ungkapan Hotman Paris adalah sebuah realita bahwa keadilan di Negara ini sudah sangat sulit dan mahal. "Keadilan itu Sangat sulit dan mahal. Sulit dan Mahal," ungkap Enny meniru ucapan Hotman Paris dalam podcast Deddy Corbuzier.
“Jadi para penegak hukum yang sudah terindikasi kerja tidak benar itu harus diviralkan dulu menurut bang Hotman Paris, jadi saya juga mau kasih viral saja dulu ini perkara supaya mendapatkan perhatian Kapolri dan Kajagung. Saya akan hubungi Komisi III DPR RI juga agar dapat berkoordinasi dengan Kapolri dan Kajagung karena bila indikasi ini benar, maka marwah dan nama baik kedua institusi ini akan menjadi rusak di mata publik Alor khusunya dan publik Indonesia secara umum, sebab sekarang ini kita sedang berada di era transparansi yang membuat semua informasi media massa dan media sosial itu sangat mudah diakses,” pungkasi Enny menyudahi keterangannya.
Meski sesuai bukti chatingan yang diperoleh media ini mewakili sindiran bahkan olokan, namun agak sedikit mengelitik sebab jika hari ini Sulaiman Singhs, S.H., selaku Tersangka meyindir dan mengolok Enny di WAG DPRD Kabupaten Alor, terkonfirmasi oleh media ini dari seorang narasumber yang tak mau namanya dipublikasikan mengatakan bahwa Tersangka pernah bermanuver untuk menghubungi Enny, dengan tujuan agar perkaranya itu diselesaikan secara damai dan kekeluargaan atau restorativ justice sebab disebut narasumber bahwa perkara itu sudah terlanjur diproses Polisi dan Sulaiman sudah ditetapkan sebagai Tersangka pada saat bermanuver membangun komunikasi dengan Enny ketika itu. Meski demikian, Enny pada kesempatan itu mengatakan kepada wartawan jika dirinya menolak berdamai pada saat dihubungi narasumber, sebab dirinya beralasan telah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan secara berulang kali dari beberapa anggota DPRD termasuk Tersangka, yakni pada saat Enny memperjuangkan hak-hak rakyat di ruang sidang DPRD Kabupaten Alor, maupun dihina dan diolok di WAG DPRD Alor.
Sementara itu, Tersangka juga diketahui sempat menulis dalam chattingannya di WAG DPRD Alor dengan narasi beraroma olokan bahwa keterangan Ketua DPRD Alor dalam berita Hukrim RDTV itu merupakan hoaks yang mendekati adu domba, “Katanya sarjana hukum…dari cara,kata&kalimat,langkahnya jauh panggang dari api.ini dipakai ilmu menyebarkan hoaxs mendekati adudomba,” tulis Sulaiman disertai tiga emotion tertawa.
Selain itu, Marthen Blegur selaku Ketua Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor juga disebut Enny mengirimkan video beserta narasinya yang berisikan olokan, namun Ennya mengatakan bahwa dirinya akan mengupas tuntas secara khusus dalam berita lainnya dengan menyinggung pemalsuan atau SPPD fiktif dan tipikor yang dihentikan proses hukumnya oleh Polres Alor, yang juga kuat dugaan terindikasi Mafia Kasus sehingga terbukti Ketua BK DPRD Alor dan ketiga koleganya yang turut serta melakukan kedua tindak pidana sesuai temuan IRDA Provinsi NTT itu masih tak tersentuh hukum hingga saat ini. Sebelumnya, Enny sempat mengatakan bahwa proses penegakan supremasi hukum di Alor di era ini sangat memprihatinkan, miris dan ironis dengan mencontihi perkara keempat anggota DPRD Kabupaten Alor dimaksud sebab hingga kini keempat anggota DPRD Kabupaten Alor itu masih bebas berkeliaran tanpa tersentuh sanksi pidana sama sekali, bahkan kini mereka kembali mencalonkan diri sebagai Caleg Kabupaten Alor.
Reporter : Stefanus
Editor : Tim Redaksi.
1
0
0
0
2
0