Redaksi Jakarta

Unras Papua, AMP dan FRI-WP : Indonesia Mengklaim Sepihak Wilayah Papua

1 Des 2020 - 487 View

JAKARTA,REDAKSIDAERAH.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan FRI-West Papua, menggelar aksi demontrasi di patung Arjunawiwaha sosial di Jl. Merdeka Barat, Jakarta Puaat, Selasa(1/12/20).

Dalam aksinya, mahasiswa menolak otonomi khusus Papua dan penentuan pendapat rakyat (Pepera) 1969. Mahasiswa juga mendesak pemerintah segera memberikan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebagai solusi yang demokratis.

Kordinator lapangan aksi demo, Riko Tude mengatakan, West Papua telah menjadi wilayah konflik sejak awal (tahun 1961>red) dianeksasi ke dalam wilayah Indonesia. Indonesia mengklaim secara sepihak bahwa wilayah West Papua adalah bagian sah dalam Negara Republik Indonesia, tetapi sejarah dengan tegas membuktikan sebaliknya. 

"Bangsa West Papua bukanlah bagian sah dari Indonesia.  Berbagai propaganda dan operasi militer dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada saat itu untuk meng-aneksasi wilayah West Papua yang baru saja mendeklarasikan kemerdekaannya," terang Riko. 

Riko juga menerangkan perjanjian antara Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat dilakukan tanpa melibatkan orang asli Papua, tujuannya hanya untuk menegosiasikan kekayaan alam yang terdapat di wilayah West Papua. Salah satu hasil negosiasinya adalah pencurian terbesar di muka bumi, yaitu Freeport.

"Alasan penolakan orang Papua terhadap hasil penentuan pendapat rakyat (PEPERA) sangat jelas, yaitu, ketidak-demokratisan dalam penyelenggaraannya, dalam penyelenggeraannya sangat bertentangan dengan hukum internasional," ujarnya.

Setiap dewasa pria dan wanita di Papua memiliki hak untuk memilih, seperti yang telah dibahas di dalam Perjanjian New York (New York Agreement). Namun dalam pelaksanaannya Indonesia menggunakan cara lokal, yaitu musyawarah dengan hanya memilih 1.025 orang yang telah dipersiapkan untuk memilih Indonesia dan hanya 175 orang saja yang menyampaikan hak pilihnya dan membaca teks yang telah dipersiapkan oleh pemerintah Indonesia pada saat itu.

"Sedabgkan populasi orang dewasa di Papua pada saat itu sekitaran berjumlah 800.000," tambahnya.

Menurut dia, otonomi khusus yang telah berjalan selama 19 tahun telah terbukti tidak membawa perubahan apapun, khususnya bagi rakyat Papua. Kondisi objektif yang dialami rakyat Papua sangat jauh dari kata sejahtera. 

Berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih terus terjadi, hak-hak dasar orang asli Papua (OAP), kondisi kesehatan dan pendidikan yang begitu buruk menjadi bukti kuat bahwa otonomi khusus telah gagal di Papua.

Pantauan wartawan, aksi itu ditutup dengan pertunjukan teatrikal nyanyi-nayain khas Papua dan tarian Papua di depan patung kuda.

Reporter : Josua S.
Editor   : Alle de Varco

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih