29 Agt 2020 - 837 View
Jakarta | RedaksiDaerah | Salah satu Perseroan Terbatas, SMBP yang diduga merumahkan karyawannya dengan alasan sulitnya kondisi keuangan perusahaan, diadukan karyawannya ke Pusat Bantuan Hukum Lidik Krimsus RI seperti tertuang dalam form aduan nomor 340301.2020010 tanggal 27/08/2020. PT. SMBP disebut pengadu bergerak di bidang pembuatan hutan tanaman skema pinjaman itu dibiayai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H), yang dalam pelaksanaannya PT. SMBP bekerjasama dengan PT. SSM, dan yang mendapat pinjaman dari BLU adalah PT. SSM.
Pengakuan adanya kesulitan kondisi keuangan perusahaan itu tertuang dalam 2 (dua) surat berbeda pihak PT. SMPB, yakni surat Nota Pemeriksaan bernomor SB.PH.008.II.20 dan surat kepada karyawan dengan Hal Pemberitahuan. Ditulis dalam surat pemberitahuan bahwa kesulitan keuangan yang dialami perusahaan adalah sebagai dampak dari pandemic covid-19 yang membuat perusahaan berhenti beraktivitas sejak pertengahan Maret 2020 lalu.
“Keterlambatan pembayaran upah : Perusahaan terus berusaha untuk memenuhi kewajiban kepada karyawan, tetapi karena kondisi keuangan perusahaan saat sedang sulit, dikarenakan usaha kami untuk menjual bibit jati sebagai usaha pokok sedang mengalami kesulitan, tidak ada realisasi penjualan. Perusahaan akan membayar kewajiban kepada karyawan sesegera mungkin jika kondisi keuangan perusahaan sudah stabil,” demikian bunyi kutipan surat PH, Dirut PT. SMBP yang ditujukan dengan hormat kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sedangkan pada surat pemberitahuan, disebutkan bahwa gaji karyawan yang dirumahkan akan dibayar 50 % oleh perusahaan, “Status : Dirumahkan, Gaji selama dirumahkan : 50 % dari gaji pokok,” tulis Kabag Personalia PT. SMBP. Meski demikian, karyawan yang mengadu, MK menyebut jika dirinya belum menerima gaji dengan besaran dimaksud sejak Januari 2020.
“Saya sudah ngga menerima gaji sejak Januari 2020, dan setiap saya hubungi pihak perusahaan, saya selalu dijanjikan kalau akan segera dibayarkan tetapi sampai saat ini belum juga dibayarkan,” kata Karyawan berinisial MK kepada wartawan, hari ini, Jumat (28/08/2020) di bilangan Amplas Sleman.
Selain MK, pengadu lainnya SS, mengaku bahwa meski suaminya sudah meninggal dunia pada 15 Desember 2019 silam, namun kepada wartawan SS mengakui bahwa suaminya tidak diberikan fasilitas BPJS semasa hidupnya dari PT. SMBP, juga tidak diberikan pesangon dan hak lainnya meski suami SS, YRW telah bekerja selama ± 20 tahun pada perusahaan. Kondisi tersebut sangat membebani SS hingga saat ini, sebab diakuinya bahwa selain harus membayar semua biaya perawatan suaminya, saat ini SS juga harus berjuang menyekolahkan anaknya tanpa ada pesangon sama sekali dari perusahaan.
Menanggapi hal tersebut, Sekjend PBH Lidik Krimsus RI, Elim Makalmai mengatakan, bahwa pihaknya siap menindaklanjuti pengaduan yang masuk ke pihaknya. Dia menjelaskan bahwa berdasarkan aduan yang ada, kuat dugaan PT. SMBP tidak memiliki manajemen perusahaan sesuai ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Ini sangat keterlaluan, sebab perusahaan ini telah merekrut dan memperkerjakan tenaga kerja tanpa memedomani ketentuan Undang-undang yang berlaku. Tidak ada pesangon yang dibayarkan kepada pekerja yang meninggal dunia. Itu baru salah satu yang kami ungkapkan. Yang pasti, kami mengkaji jauh kedalam permasalahan ini, bahwa kuat dugaan ada indikasi transaksional kolusi dalam hal pembiayaan pembuatan hutan yang dianggarkan dari APBN di Kementerian LHK melalui BLU P2H.”
“Kenapa perusahaan yang kuat dugaan memiliki manajemen perusahaan yang buruk, tetapi telah disetujui sebagai penerima pinjaman dana bergulir? Tentu ada pihak Kementerian LHK yang sebelumnya memverifikasi dokumen perusahaan. Makanya saya katakan bahwa patut diduga bahwa disitu ada indikasi transaksional kolusinya,” tegas Elim di bilangan Amplas Yogyakarta, Jum'at (28/08/20) seusai menerima dumas dari MK dan SS.
Lebih lanjut Elim menjelaskan, jika pihaknya akan segera menyurati perusahaan SMBP, SSM dan BLU P2H Kementerian LHK sebab dikatakannya bahwa berdasarkan dokumen yang diterima pihaknya, telah dilakukan penelusuran anggaran di LHP BPK RI tetapi belum dijumpai dana yang peruntukannya diterima oleh PT. SSM. Selain itu, Elim juga mengesalkan ketidakseriusan pihak Disnakertrans yang lamban mengurusi aduan SS. Ia mengatakan bahwa bukti ketidakseriusan Disnakertrans DIY adalah, SS selaku ahli waris suaminya belum juga menerima pesangon dari perusahaan, meski sudah hampir setahun suami SS meninggal dunia.
“Ini era transparansi, tapi tidak kami temui daftar nama perusahaan dalam LHP BPK RI Kementerian LHK. Sedangkan dalam salah satu berita acara itu ada miliaran dana yang digelontorkan buat pembiayaan proyek seperti ini. Lagi pula setelah kami menelusuri transferan gaji karyawan, di situ gaji karyawan ditransfer dari rekening pribadi, bukan dari rekening perusahaan. Ini adalah hal yang sangat janggal sebab karyawan ini bekerja pada perusahaan, bukan perorangan. Penyaluran pembiayaan dari BLU itupun diperuntukkan bagi PT. SMBP melalui PT. SSM. Nah, ini yang perlu kita telusuri hingga jelas.”
“Disamping itu juga pihak disnakertrans DIY ini patut dipandang tidak serius sikapi aduan SS. Kalau sudah seperti ini, maka sudah cukup mewakili bahwa Negara tidak hadir untuk memberikan kepastian hukum terhadap rakyatnya yang mengadu, sebab nakertrans DIY adalah perpanjangan tangan Negara untuk memberikan solusi atas aduan yang SS utarakan. Untuk itu, aduan ke pihak kami ini akan segera kami dalami guna mengungkap fakta di balik belum terbayarnya gaji karyawan, juga pesangon yang belum diberikan pada SS pasca kematian suaminya, sebab pesangon itu adalah amanat Undang-undang Ketenagakerjaan,” tandas Elim menutup komentarnya.
Saat Redaksi melayangkan konfirmasi tertulis kepada PH selaku Dirut PT. SMBP, PH, belum ada konfirmasi langsung dari PH. Namun PH kemudian menghubungi wartawan melalui salah satu staffnya pada Sabtu (29/08/20) yang menyimpulkan bahwa pihak perusahaan baru akan memberikan konfirmasi minggu depan.
“Maaf ya Pak, hari ini dan besok kan hari libur, Konfirmasinya baru bisa diberikan minggu depan. Tks,” tulis staff PT. SMBP melalui pesan whatsApp.
Perlu diketahui bahwa Pasal 61 ayat (5) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan, “Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).” Sedangkan, di dalam Pasal 95 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut mengamanatkan, “Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.”
(Tim)
0
1
0
0
3
0