Redaksi Sumbar

Foto Ilustrasi

Oknum Kandidat Pilkada Solok Selatan Diduga Benturkan Investor dengan Masyarakat

28 Sep 2020 - 1798 View

Foto Ilustrasi

Solsel |Sumbar| - Masa Pilkada kian dekat, para kandidat berlomba-lomba mencari cara untuk mendapatkan suara. Meski mekanisme telah diatur oleh UU dan di  organize KPU masing-masing daerah, para kandidat tetap kreatif mencari celah.

Kreatifitas para kandidat dan timsesnya tentu ada yang menempuh cara elegan dan sebaliknya, tergantung kompetensi para calon itu sendiri. Tapi, masyarakat sebagai juri yang paling jujur dan adil tentu tak bisa di bodohi, meski ada sebagaian yang sempat dikelabui. Tak bisa dipungkiri juga, hal ini bisa saja terjadi  di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Di daerah ini ada 3 pasang calon Bupati yang akan berlaga dan salah satunya ini yang diduga memprovokasi antara pihak perusahaan dengan masyarakat.

Oknum tersebut bisa saja menggunakan masa jabatan terakhir sebagai penguasa dengan memaksimalkan cara meraup sebanyak mungkin simpati masyarakat. Judulnya memediasi persoalan antara investor dengan masyarakat Bidar Alam dalam kerjasama perkebunan sawit, ternyata malah memperuncing. Oknum tersebut dan timnya juga diduga memprovokasi agar pihak investor dipaksa keluar dengan cara tak terhormat. Tindakan ini justru menorehkan catatan buruk dalam iklim investasi di Sumatera Barat, terutama kawasan Solok Raya. Ternyata berinvestasi di Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat tak begitu mudah.

Buktinya, pihak Pemerintah setempat dan segelintiran oknum masyarakat tak bisa memberikan tempat yang baik bagi investor. Seperti yang dialami PT Ranah Andalas Plantation (RAP) yang berinvestasi pada sektor pertanian dan perkebunan di Bidar Alam, Kabupaten Solok Selatan. Perusahaan ini mengalami langsung bagaimana mereka merasa ditipu oleh oknum yang mengaku Tokoh Masyarakat (Tomas). Padahal, pihak perusahaan sejak awal berusaha menjaga komitmen dari kesepakatan yang ada.

Namun ditengah jalan, pihak perusahaan dihadapkan dengan hal yang ujungnya memeras dan mengadu domba antara PT RAP dengan masyarakat setempat. Pihak perusahaan yang tetap mempercayai beberapa oknum yang telah terlibat masih berkeyakinan bahwa semua pihak tetap menjaga komitmen.

Juru Bicara PT RAP Jon Amalta, SH mengatakan, perusahaan selaku investor tetap berpegang dengan sejumlah komitmen yang telah disepakati. Diantaranya, Surat Kesepakatan Penyerahan Lahan untuk Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit PT RAP 2007. Dalam surat tersebut dibunyikan, sejumlah pihak yang menandatangani surat ini menyatakan ikut bergabung dan menyerahkan lahan garapan tersebut untuk dijadikan perkebunan Kelapa Sawit oleh PT RAP berupa Hak Guna Usaha (HGU) selama 30 (tiga puluh) tahun atau selama satu kali masa daur kebun kelapa sawit. Dan akan kembali seluruhnya kepada pemilik lahan setelah habis masa Hak Guna Usaha (HGU) berakhir serta dapat diperpanjang sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Pola kemitraan atau bagi hasil yaitu dengan pola pembagian hasil sebesar 40% untuk yang punya lahan dan 60% untuk PT RAP. Adapun masalah yang terjadi terhadap lahan tersebut diatas adalah menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemilik lahan, baik didalam maupun diluar Pengadilan tanpa melibatkan pihak PT RAP, ucap Jon Amalta, SH.

"Disini sudah sangat jelas dibunyikan poin-poin kesepakatan dan tak ada alasan bagi pihak yang telah menandatangani kesepakatan itu untuk mengingkari. Inilah kesepakatan penyerahan lahan dibuat tanpa unsur paksaan dari dari pihak mana pun pada hari Senin, 29 Oktober 2007," terang juru bicara PT RAP, Jon Amalta, SH kepada media ini, Senin (28/09/20).

Fakta dilapangan, seiring dengan berjalannya waktu, PT RAP dihadapkan dengan sikap inkonsistensi pihak yang terlibat. Legalitas, proses pnyerahan lahan dan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU), terombang ambing, jelas Jon Amalta, SH.

"Kami menilai, berbelitnya semua kepengurusan juga tak lepas dari kepentingan politik. Pemegang Kuasa seperti memanfaatkan situasi untuk mengambil hati masyarakat Bidar Alam, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan. Kesimpulan yang diambil dari fakta lapangan, PT RAP dalam pengurusan selalu mengalami kesulitan," terang Jon menambahkan.

PT RAP juga menilai, pernyataan dari oknum tersebut disaat berkuasa menyatakan yang bahwa keberadaan PT RAP di Kabupaten Solok Selatan adalah illegal kepada perwakilan masyarakat pemilik lahan pada bulan Maret 2020 yang disiarkan pada sebuah media.

Pihak pemangku kekuasaan terkesan memanfaatkan keadaan, termasuk melakukan dugaan pembodohan kepada masyarakat. Seperti diketahui bahwa pemangku kekuasaan yang saat ini juga merupakan salah satu Bakal Calon (Balon) Bupati Solok Selatan yang akan berlaga pada Pilkada serentak tahun 2020 ini.

"Kami berani menyimpulkan, bahwa pemangku kekuasaan diduga sengaja mempersulit dan memanfaatkan keadaan untuk kepentingan politik. Mereka juga melakukan dugaan  pembodohan dengan  menyatakan hal yang tidak benar. Surat yang dikeluarkan, yang isinya menyatakan, bahwa izin lokasi PT RAP di Bidar Alam  tidak berlaku lagi," ungkap Jon Amalta, SH.

Jon juga menuturkan, ini trik kotor dari salah satu Balon Bupati Solok Selatan yang akan bertarung pada Pilkada serentak 2020 untuk merekrut suara, mencoba mengambil simpati masyarakat dalam kisruh antara masyarakat dengan PT RAP. Apabila masyarakat melakukan tindak pidana pencurian dan penjarahan Kelapa Sawit, dalangnya harus diproses hukum.

Pihaknya, ada sejumlah upaya dari pemangku kekuasaan dan sejumlah oknum yang bekerjasama dengannya untuk mengangkangi hukum dan menorehkan warna tak bagus pada sektor invetasi di Solsel. Namun PT RAP berkeyakinan suatu saat semua permainan busuk sejumlah oknum akan terbuka sendiri.

"Jangan pernah mencoba menyimpan bangkai, suatu saat akan teringkar sendiri. Mungkin kini, masyarakat setempat bisa dibodohi atau ditipu tapi tidak untuk selamanya," sebut Jon mengingatkan.

Usai melakukan penjarahan, oknum tersebut disaat berkuasa diduga mencabut izin lokasi dengan tembusan 5 (lima) Nagari. Setiap HGU diajukan ke BPN Pusat, sudah 2 (dua) kali dikembalikan oleh ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk membatalkan HGU ini.

Malah ada oknum yang mengirim surat ke Kanwil BPN minta agar HGU diajukan lebih kurang 1.000 Ha ditangguhkan. Juga  ada oknum menulis surat atas nama masyarakat ke BPN Pusat. PT RAP minta oknum tersebut diusut dan diproses secara hukum. Masyarakat dikorbankan untuk melakukan tindak pidana, pinta Jon.

“PT RAP selaku investor juga dikorbankan agar bentrok dengan masyarakat. Untungnya kami cepat menyadari, bahwa ini adalah dugaan skenario besar, sehingga perusahaan dan karyawan tidak melakukan perlawanan serta menghindari untuk melakukan tindakan anarkis kepada masyaraka,” tutup Jon.

Tokoh Masyarakat Bidar Alam, Dt. Bando Sati juga mengakui adanya masalah dalam komunikasi dan transparansi. Jika pihak yang terlibat bisa memberikan informasi yang sebenarnya pada masyarakat dan transparan terhadap proses negosiasi yang dilakukan, maka masalahnya takkan terjadi sejauh dan seburuk sekarang.

"Perlu sebenarnya sebuah kejujuran dan komunikasi oleh para perwakilan masyarakat pada yang masyarakat itu sendiri. Persoalan PT RAP, pemahaman masyarakat terhadap 60% dan 40% ini kan masih rancu. Persen ini menjadi ketetapan musyawarah masyarakat dengan PT RAP yang terdahulu,” ucap Dt Bando Sati.

Kemudian dengan sistem 60% dan 40% pemahaman masyarakat yang rancu yang dimaksud adalah disini kan? Yang dibagi itu adalah pembagian hasil. Nah, penterjemahan masyarakat adalah dimana ada suatu pokok tanaman itu 60% punya perusahaan dan 40% punya masyarakat, jelas Dt Bando Sati.

“Saya dulunya telah berusaha memberikan pengertian kepada masyarakat menyangkut terhadap pemahaman 60% dan 40% ini. Kadang-kadang masyarakat ini banyak penafsiran yang berbeda-beda, ini salah satu pointnya," terang Dt Bando Sati.

Dt Bando Sati menambahkan, Menurutnya, persoalannya adalah dirinya dari tahun 2014 tidak bergabung lagi dengan PT RAP. Dt Bando Sati menjadi Ketua Kopersi dulunya dan berjalan selama 6 (enam) bulan.

"Karena ini itu segala macam lah, akhirnya perusahaan tidak didemo dan padahal sewaktu itu, saya berpikir bagaimana produksi tanaman ini cepat meningkat. Sebab apapun ceritanya, tetap pada pembagian hasil," kata Dt Bando Sati.

Kalau hasil maksimal, tentu produksinya harus maksimal. Tapi kalau produksinya tidak maksimal, tentu hasilnya juga tidak maksimal. Jadi kesimpulannya adalah dari sejumlah hal yang terjadi disebabkan Ketidakpuasan masyarakat tentang pembagian hasil dengan perusahaan ini, tutur Dt Bando Sati.

"Harapan saya, kalau memang tidak ada kepuasan masyarakat dengan pembagian hasil, kan ada Ninik Mamak yang diutus oleh masyarakat. Salah satunya Datuak Rang Kayo Basa dan Sutan Marajo Lelo. Saya sudah berkali-kali ke perusahaan mengatakan, berapapun hasil yang dicapai oleh perusahaan berikan laporan kepada Pemerintah Nagari," ungkap pria yang lahir dan besar di Bidar Alam ini.

Dt Bando Sati menganggap, keterbukaan informasi yang kurang dari PT RAP dan ini tentukan. Tidak mungkin perusahaan menyampaikan kepada masyarakat banyak. Tentu ujung dari perusahaan adalah perwakilan perusahaan, perwakilan ninik mamak dan Pemerintahan Nagari. (Adv)

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

2

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

1

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih