21 Sep 2021, 164 View
MASYARAKAT Minangkabau, terkhusus ughang piaman lamo mengenal lapau. Suatu tempat berjualan segala macam makanan, dengan fasilitas tempat duduk dari kursi kayu memanjang, dan ada juga tempat pengunjung merebahkan badan/tempat tidur yang disebut korok.
Lapau merupakan tempat yang selalu dikunjungi kaum laki-laki minang ketika ada waktu senggang atau kosong. Di Piaman lamo (Kota Padang pingiran, Kota Pariaman dan Padang Pariaman) tidak sulit mencari keberadaan lapau, di setiap sudut nagari ada mempunyai lapau, dan selalu ramai.
Pada waktu-waktu tertentu lapau atau di jawa sama dengan warung kopi ini selalu penuh sesak dengan kaum laki-laki. Biasanya mereka mendatangi lapau mulai dari pagi hari, matahari terbit, hingga tinggi, terbenam, dan kemudian dilajutkan lagi hingga larut malam.
Tidak diketahui pasti kapan sejarah duduk di lapau ini bermula, namun sepertinya ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. Duduk di lapau sudah mengakar dari nenek moyang hingga saat ini. Bahkan kebiasaan duduk di lapau itu pun diturunkan ke menantu, “rang sumando” yang berasal dari luar daerah. Beberapa hari setelah menikah, mertua atau saudara laki-laki dari istri sudah lansung mengajak rang sumando ini duduk di lapau. Walaupun sukunya tidak minang.
Bahkan ada pameo yang berkembang di tengah pencita lapau, jika laki-laki minang tidak kelapau akan dibilang kuper atau tidak bermasyarakat. Atau ada juga guyonan yang mengatakan kalau ingin jadi Anggota Dewan, jadi Kepala Daerah mari memperbanyak datang ke lapau.
Sekarang lapau "maen" sudah mulai dikalahkan oleh cafe, resto, alias tempat menjual makanan, di sediakan tempat duduk berkelompok, dan di sediakan live musik atau tempat bernyanyi-nyanyi. Cafe identik dengan budaya asing bawaan diluar minang. Sekarang sudah menyebar disetiap nagari.
Dalam pengamatan Penulis, jika tidak hat-hati melindungi budaya minang balapau maka budaya cafe akan tumbuh pada akhirnya menyebabkan hilanglah budaya balapau yang dahulu memiliki peran membangun karakter orang minang menjadi hebat.
Lapau secara budaya beda dengan cafe yang menjamur dinagari sekarang. Lapau tempat menghilangkan lelah namun sambil memilih tempat duduk, biasanya pengunjung langsung memesan kopi, teh juga ragam minuman tradisional lainnya.
Menikmati kopi sambil bersenda gurau dapat mengurangi rasa lelah setelah bekerja seharian, itu diantara fungsi lapau. Meski demikian meminum kopi ini juga memiliki aturan tersendiri yang memiliki nilai basa-basi, setelah pesanan dibuatkan oleh pemilik lapau, sambil mengaduk-mangaduk air pesanan, biasanya langsung menawarkan minuman ke orang yang duduk di sebelahnya baik itu hanya sekadar basa-basi ataupun niat memberi.
Cafe tidak bisa menjalin silaturahim karena para pengunjung yang datang sudah disediakan tempat duduk berkelompok. Sehingga pengunjung yang datang tidak bisa berinteraksi dengan sesama pengunjung lain karena sudah diciptakan berkotak-kota atau ada budaya individualisme.
Sedangkan duduk di lapau dijadikan tempat perkumpulan yang staregis untuk pemuda, rang sumando, mamak, ulama dan lainnya. Dari cara bagaimana orang duduk di lapau dan tatapannya, pengunjung sudah tahu ada geb sosial, atau status hubungan antar sesama pengunjung lapau.
Hal itu juga bisa dilihat dari sindiran dan gaya bahasa yang berkembang saat diskusi, namun jarang laki-laki minangkabau yang mau ribut dan berkelahi di lapau karena masih memandang status dan pengunjung lainnya untuk bersilaturahim.
Lapau sudah merupakan sarana tuo tempat bertukar informasi dan sarana sesama anak Nagari berdiskusi segala hal permasalahan yang ada mulai dari nagari, negara dan terkadang dunia dibahas di lapau.
Jika dahulu TVOne punya Indonesia Lawyer Club untuk ajang diskusi suatu masalah, maka laki-laki minang punya lapau sebagai tempat berdiskusi. Hal ini dikenal dengan sebutan “Ota Lapau”. Pembicaraan di lapau bisanya membahas seluruh aspek baik dari politik, adat, agama, sosial masyarakat, peristiwa yang dialami sehari-hari sampai ajang bergosip ala laki-laki.
Hebatnya lagi ota lapau, penyelesaian masalah berat negara bisa rampung hanya dengan berdiskusi di lapau. Dan ota lapau bisa sebagai bahan gagasan. Ada juga ota tersebut sebagai hiburan, yang penting pengunjung terhibur. Bahkan dari kebiasaan diskusi itu maka lahir juga istilah, “Pa Ota dan Gadang Ota”. Biasanya ota lapau hanya habis di lapau dan tidak ada realisasi lanjutan.
Beda dengan cafe sekarang, di sini hanya tempat orang bernyanyi-nyanyi, tempat orang meprovokasi diri seperti orang pacaran atau kelompok-kelompok saja. Di beberapa cafe hanya sekedar tempat kumpul main games online karena cafe menyediakan jaringan internet gratis.
Nilai lebih dari lapau yang tidak dimiliki oleh cafe salah satu fungsi lapau yang penting bagi laki-laki minangkabau adalah tempat mencari partner kerja atau melamar pekerjaan. Karena mengunjungi lapau sudah menjadi rutinitas setiap malam yang akan ada orang menawarkan pekerjaan untuk kegiatan besok baik kaladang, kasawah, dan lainnya.
Sedangkan cafe tidak akan ditemukan orang menawar pekerjaan atau orang mencari orang untuk bekerja karena memang cafe diciptkan oleh orang asing hanya sekedar tempat hiburan dan menghilangkan lelah saja bagi pengunjungnya.
Sekarang lapau dinagari sudah mulai ditinggalkan oleh anak mudanya, lapau sekarang hanya dihunyi oleh orang tua-tua atau anak muda yang tidak paham dengan HP android. Situasi cafe ini lama kelamaan bisa mengalahkan lapau. Jika itu terjadi maka hilanglah budaya balapau yang menjadikan putra minang menjadi hebat. [*].
Penulis : Labai Korok Piaman
0
0
0
0
0
0