6 Agt 2020 - 272 View
Karo |Sumut| - Tim Wartawan yang tergabung didalam Walantara Karo turun langsung ke daerah kawasan hutan lindung yang berada di Jalan tembus antara Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat atau yang lebih kita kenal dengan Jalan Jahe, Rabu (05/08/20).
Dari hasil pantauan tersebut, kita masih mendengar suara shinsow/mesin penebang kayu dan kita juga masih lihat masyarakat membabat dan membakar kawasan hutan lindung yang masuk dalam kawasan TAHURA dan TNGL ini untuk dijadikan lahan pertanian.
Awal dibukanya hutan lindung ini untuk dijadikan lahan pertanian sementara bagi para pengungsi yang terdampak erupsi Sinabung, dengan perjanjian pinjam pakai sampai relokasi pengungsi di Siosar selesai dan surat perjanjian itu ditanda tangani oleh Bupati Karo dengan UPT Tahura/BB Wilayah Kabupaten Karo dan itupun luasnya hanya berkisar 800 Ha. Sedangkan yang telah dirambah saat ini lebih dari 20 ribu Ha.
Namun kenyataan yang ada sekarang, tinggal hitungan jari pengungsi yang berada disana, lahan-lahan pertanian itu telah diperjual belikan dengan harga yang cukup fantastik. Lahan kosong yang belum ditebangi kayunya dihargakan Rp 30 Juta/Ha sedangkan yang sudah dibersihkan berada dipinggir jalan dihargakan Rp 150 juta/Ha.
Maka berlomba-lombalah para orang berduit membeli lahan kawasan hutan lindung tersebut, kini telah banyak berdiri cafe, rumah bagus semacam villa terlihat bila kita berkunjung ke daerah Jalan Jahe.
Padahal di dalam Undang-Undang Kehutanan, jelas dikatakan, Hutan Lindung /Hutan Konservasi jangankan merambah atau menebang kayunya, mengambil daun mati, bangkai binatang saja tidak boleh, karena bisa dikenakan tindak pidana.
Setelah survei kelapangan, dihari yang sama kami mencoba menanyakan perihal Ilegal Logging yang marak saat ini kepada Kapolsek Simpang Empat, AKP M., Ridwan Harahap, yang mana kawasan Jalan Jahe ini masuk dalam Wilayah Hukum beliau.
Pada kami Ridwan mengatakan, penebang kayu ilegal tersebut telah pernah kami tangkap dan kami amankan berikut barang bukti berupa kayu, shinsow, truk yang digunakan untuk mengangkat kayu dan beberapa barang lain.
Lalu berkasnya kami limpahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Karo, tapi kami heran karena berkasnya dikembalikan dengan alasan tidak cukup bukti, jadi kami tidak tahu lagi apa yang menyatakan bahwa itu tidak cukup bukti, kalian tanyalah sama pihak Kejaksaan, kata Kapolsek Simpang Empat ini singkat.
Sementara itu, menurut Adil Ginting seorang anggota Pelopor Wahana Lingkungan, perambahan kawasan TAHURA dan TNGL yang dirambah telah lebih dari 20 ribu Ha, para Pejabat dan Aparat Tanah Karo terkesan tutup mata dan tutup telinga, ada apa,...???
Masalah ini sudah seperti benang kusut, sulit untuk diungkap siapa pemainnya, karena diduga ada keterlibatkan pengusaha kaya dari Medan yang menampung kayu-kayu ilegal tersebut dan dibekingi oleh oknum-oknum Aparat yang levelnya sudah tinggi.
Sedangkan lahan yang diperjual belikan itu juga ada keterlibatan pejabat Karo yang berlindung dibalik ketiak para mafia. Bila kita coba mengungkap hal ini, maka nyawa taruhannya, kita tidak tahu harus mengadu kemana, tidak ada yang bisa membantu kita selain Tuhan, karena semua sudah mendapat setoran, jadi berhati-hatilah, ujar Adil mengingatkan.
-Lia Hambali-
0
0
0
0
0
0