14 Okt 2025 - 914 View
Tanah Datar, RedaksiDaerah.com — Pengadilan Negeri Tanah Datar pada Selasa (14/10/2025) menjadi saksi atas babak akhir dari drama kelam yang mengguncang publik: kasus pembunuhan sadis terhadap siswi MTsN Sumanik, Cinta Novita Sari. Dua terdakwa, Noval Juliato dan Bima Dwi Putra, akhirnya mendengar palu hakim diketuk. Vonis mereka tegas—Noval dijatuhi hukuman mati, sedangkan Bima divonis 18 tahun penjara.
Sidang yang berlangsung dengan penjagaan ketat itu dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sylvia Yudiastika, SH, MH, dengan hakim anggota Arrahman, SH, MH, dan Angga Apriansyah, AR, SH. Ruang sidang terasa tegang, bahkan hening ketika hakim membacakan pertimbangan hukum atas perbuatan para terdakwa yang dinilai keji dan tidak berperikemanusiaan.
Hakim Sylvia dalam amar putusannya menegaskan, kedua terdakwa dalam kondisi sadar, sehat, dan waras saat melakukan aksi pembunuhan tersebut. “Perbuatan ini dilakukan secara berencana, dengan niat jahat yang matang dan tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun,” ujarnya lantang. Pasal yang menjerat mereka: Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dalam persidangan terungkap, terdakwa Noval Juliato menjadi pelaku utama. Ia mencekik korban Cinta hingga kehabisan napas dan meninggal dunia akibat gagal bernapas. Ironisnya, setelah korban tak bernyawa, Noval justru menyetubuhi jasad gadis malang itu di lorong sebuah taman kanak-kanak di Nagari Lawang Mandahiling, Kecamatan Salimpaung.
Tak berhenti di situ, Bima Dwi Putra, sahabat Noval sekaligus saksi kunci, justru ikut serta membantu menghilangkan jejak kejahatan. Ia memberikan kain sarung dan mencarikan karung untuk menutupi tubuh korban, agar perbuatan biadab itu tak segera terungkap. Namun, penyelidikan cepat aparat Polres Tanah Datar berhasil membuka benang merah kejahatan tersebut hanya beberapa hari setelah kejadian.
Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan bahwa korban Cinta Novita Sari masih di bawah umur dan berstatus pelajar. “Korban adalah anak yang masih bersekolah dan memiliki masa depan panjang. Perbuatan terdakwa tidak hanya menghilangkan nyawa korban, tetapi juga menghancurkan masa depan keluarga dan lingkungan sosialnya,” tegas Sylvia.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai oleh Handika Wiradi Putra, SH, MH, dari Kejaksaan Negeri Tanah Datar, turut didampingi oleh tim jaksa Andriyani, SH, Samuel Nababan, SH, Maulana Fajri, SH, dan Heny Apriayani, SH. Dalam tuntutannya, JPU menegaskan perbuatan terdakwa sebagai tindakan yang tidak bisa ditolerir oleh hukum maupun nurani.
“Kasus ini bukan hanya soal pembunuhan. Ini kejahatan yang mencederai nilai kemanusiaan dan moral. Korban adalah anak perempuan di bawah umur, dan pelaku melanjutkan tindakannya dengan pelecehan terhadap jenazah. Kami menilai hukuman mati untuk terdakwa utama adalah pantas,” ujar JPU Handika Wiradi seusai persidangan.
Mendengar putusan itu, kedua terdakwa langsung menyatakan banding. Kuasa hukum mereka menilai vonis tersebut terlalu berat dan tidak mempertimbangkan faktor psikologis pelaku. Namun, publik di luar ruang sidang justru bereaksi sebaliknya—gelombang simpati untuk keluarga korban menguat, disertai desakan agar hukuman berat tetap dijalankan.
Sidang yang berlangsung hampir dua jam itu berakhir dengan pengawalan ketat petugas. Sejumlah warga yang hadir tampak menitikkan air mata, sebagian lagi mengepalkan tangan penuh emosi. “Cinta harus dapat keadilan yang setimpal,” ucap salah seorang warga Batusangkar yang mengikuti jalannya sidang sejak pagi.
Kasus pembunuhan Cinta ini menjadi cermin gelap tentang bagaimana rasa cinta bisa berubah menjadi tragedi kemanusiaan ketika akal sehat dikalahkan nafsu dan ego. Tanah Datar pun tercatat dalam sejarah kelam kriminalitas remaja yang mengguncang Sumatera Barat.
Meski vonis telah dijatuhkan, perdebatan soal keadilan masih menggema. Apakah hukuman mati cukup untuk menebus nyawa seorang anak yang tak bersalah? Ataukah keadilan sejati baru hadir ketika masyarakat benar-benar belajar dari tragedi ini agar tak ada lagi “Cinta” berikutnya yang menjadi korban kebiadaban?
----
Reporter: Tim
Editor: RD TE Sumbar
0
1
0
0
0
0