25 Nov 2025 - 206 View
Tanah Datar, RedaksiDaerah.com – Cuaca ekstrem yang menghantam Tanah Datar sejak Minggu hingga Senin, 24 November 2025, meninggalkan jejak luka yang panjang. Hujan tak henti dan angin yang meraung seperti tak ingin pergi, memicu rangkaian bencana hidrometeorologi yang menyapu permukiman, meruntuhkan jembatan, dan memutus kehidupan warga di tiga kecamatan: Batipuh Selatan, X Koto, dan Batipuh. Dalam hitungan jam, infrastruktur yang selama ini menjadi sandaran aktivitas masyarakat runtuh satu per satu, seolah remuk tak berdaya diterjang murka alam.
Pemandangan paling memilukan terjadi di Nagari Guguak Malalo, Batipuh Selatan. Air sungai dari arah Duo Koto meluap dan mengamuk, berubah menjadi arus liar yang menghantam apa saja di hadapannya. Senin pukul 14.36 WIB, jembatan utama dekat Kantor Wali Nagari putus total. Pondasinya terkelupas, robek, dan terseret derasnya arus. Tak hanya jembatan yang hilang—sebuah rumah warga di tepi sungai ikut terseret, hilang begitu saja dalam pusaran air, menyisakan puing dan isak dari keluarga yang kehilangan tempat berpijak.
Derita sosial di Guguak Malalo tak kalah menyayat. Sebanyak 59 jiwa dari 27 KK tak lagi bisa tidur di rumah sendiri. Mereka terpaksa mengungsi ke rumah kerabat, membawa pakaian seadanya, sementara suara sungai yang terus menggerus tanah menjadi pengingat bahwa tempat tinggal mereka belum tentu aman untuk kembali. Ketakutan warga bukan hanya soal apa yang sudah hilang, tetapi apa lagi yang bisa hilang jika hujan tak juga berhenti.
Di tengah situasi mencekam itu, salah seorang tokoh masyarakat Nagari Guguak Malalo, Datuak Sari Pado, menyampaikan pernyataannya kepada wartawan melalui WhatsApp. Suaranya terdengar berat, namun tegas menggambarkan kondisi di lapangan. “Sejak malam kami tidak benar-benar tidur. Arus sungai semakin menjadi-jadi dan tanah terus terkikis. Warga sudah banyak yang mengungsi, tapi mereka tetap gelisah. Kami butuh perhatian cepat, terutama untuk penanganan darurat dan pengamanan tebing sungai. Kalau tidak, yang rusak hari ini bisa bertambah besok,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa dukungan moral dan logistik sangat diperlukan, sebab banyak warga yang keluarganya terpisah sementara akibat kondisi darurat ini.
Di Kecamatan X Koto, situasinya tidak lebih ringan—bahkan lebih getir. Jembatan di Jorong Sungai Rayo, Nagari Tambangan, putus dan memutus akses 108 warga dari tiga jorong: Solok, Sungai Rayo, dan Padang Galundi. Mereka terisolasi total. Warga yang biasanya hanya butuh waktu beberapa menit untuk berpindah jorong, kini harus memikirkan bagaimana mereka akan keluar jika keadaan semakin memburuk. Ada di antara mereka yang memilih mengungsi, ada pula yang menetap sambil menunggu bantuan, berharap jembatan darurat segera dibuat.
Lebih dramatis lagi, tanah terban mengancam rumah warga di Tambangan. Dokumentasi lapangan memperlihatkan rumah-rumah yang nyaris menggantung di udara, tanah di bawahnya amblas seperti ditelan bumi. Dua keluarga berada di titik paling kritis; rumah mereka tepat di bibir aliran sungai yang meluap. Mereka menunggu, dengan jantung berat, apakah fondasi rumah mereka akan bertahan sampai pagi.
Di Batipuh, bencana datang dari arah lain. Angin kencang merobohkan pohon besar dan menimpa satu unit rumah warga di Jorong Kubu Nan Limo, Nagari Batipuh Baruah. Peristiwa itu mengirimkan pesan pahit: di tengah cuaca ekstrem, ancaman tidak hanya datang dari air, tetapi dari segala sisi, termasuk pepohonan yang selama ini menjadi pelindung.
BPBD Tanah Datar bergerak cepat. Tim Pusdalops dan Bidang Kedaruratan diterjunkan sejak laporan pertama masuk pada Minggu siang. Mereka bekerja di tengah hujan, lumpur, dan derasnya arus—membuka akses jalan, memotong pohon tumbang, dan memantau struktur jembatan yang perlahan-lahan digerogoti arus sebelum akhirnya runtuh. Upaya itu berlangsung di bawah tekanan tinggi, sebab kondisi alam terus berubah.
Hingga Senin malam pukul 20.30 WIB, kabar baiknya hanya satu: tidak ada korban jiwa. Namun, kehilangan materi, trauma psikologis, dan ancaman bencana susulan membayangi warga Tanah Datar. Cuaca masih belum stabil, dan setiap tetes hujan yang jatuh malam ini terasa seperti ancaman baru bagi ribuan pasang mata yang belum berani memejam.
---
Reporter: Fernando Stroom
Editor: RD TE Sumbar
Sumber: Liputan
0
0
0
0
0
0