Redaksi Jatim

Amandemen Terdahulu Kebiri Hak Non Partisan, La Nyalla : DPD RI Bisa Ajukan Capres Itu Rasional

8 Jun 2021 - 154 View

Surabaya, RedaksiDaerah.com - Dalam focus group discussion (FGD) di Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (08/06/21), Ketua DPD RI., AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menyinggung amandemen konstitusi terdahulu yang mengebiri hak bagi non-partisan untuk maju sebagai Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).

Oleh karena itu, DPD RI mewacanakan amandemen ke-5 UUD 1945, yang merupakan sebuah ikhtiar untuk mengembalikan atau memulihkan hak konstitusional DPD RI dalam mengajukan pasangan Capres dan Cawapres.

Sebab akibat amandemen yang terjadi sejak tahun 1999 hingga 2002, DPD RI sebagai lembaga non-partisan menjadi kehilangan hak untuk mencalonkan pasangan Capres dan Cawapres.

“Disebut memulihkan karena bila melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif, hilangnya hak DPD RI untuk mengajukan kandidat Capres dan Cawapres adalah kecelakaan hukum yang harus dibenahi,” tutur La Nyalla dalam FGD bertajuk Gagasan Amandemen V UUD NRI 1945: Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Membuka Peluang Capres Perseorangan.

Dijelaskan Senator asal Jawa Timur ini, sebelum amandemen UUD 1945 terdahulu, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR saat itu terdiri atas DPR dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan.

Artinya, baik DPR selaku Anggota MPR maupun Anggota MPR dari unsur Utusan Daerah sama-sama memiliki hak mengajukan calon. Kemudian pada amandemen ketiga UUD 1945, DPD RI lahir menggantikan utusan daerah dan utusan golongan dihilangkan.

“DPD RI lahir melalui amandemen ketiga, menggantikan Utusan Daerah. Maka, hak-hak untuk menentukan tata kelembagaan di Indonesia seharusnya tidak dikebiri. Termasuk hak mengajukan Capres dan Cawapres,” ujar La Nyalla.

Lagipula, kata La Nyalla, DPD memiliki legitimasi yang kuat. Menurutnya, bola Utusan Daerah dipilih secara eksklusif oleh anggota DPRD Provinsi, maka anggota DPD RI dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat.

“Ini menjadikan DPD RI sebagai lembaga legislatif Non-Partisan yang memiliki akar legitimasi kuat. Sehingga hak DPD RI untuk mengajukan Capres dan Cawapres adalah Rasional,” tegas La Nyalla.

Ketua DPD RI pun berbicara mengenai hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis pada 22 Mei 2021 lalu. Dari hasil tersebut ditemukan bahwa 71,49% responden ingin Capres tidak harus dari kader partai.

Sementara itu hanya 28,51% saja yang menginginkan Capres dari kader partai. La Nyalla menilai hasil studi tersebut harus direspons dengan baik.

“Seharusnya DPD RI bisa menjadi saluran atas harapan 71,49% responden dari hasil survei ARSC yang menginginkan Capres tidak harus kader partai. Makanya saya menggagas bahwa Amandemen ke-5 nanti, harus kita jadikan momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa,” terang La Nyalla.

Menurut La Nyalla, bila partai politik yang direpresentasikan melalui DPR RI dapat mengajukan pasangan Capres dan Cawapres, maka DPD RI sebagai representasi daerah idealnya juga mendapat kesempatan yang sama untuk mengusung. Misalnya hak mengajukan satu pasangan Capres dan Cawapres perseorangan dalam gelanggang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sebagai perwakilan daerah.

“Ingat lho, anggota DPD RI itu sebanyak 136 orang, yang untuk duduk di Senayan juga dipilih, dengan dapil provinsi,” ujar La Nyalla.

Mantan Ketum PSSI ini menilai perjalanan arah negara sudah melenceng dari cita-cita pendiri bangsa, dengan adanya ketimpangan pada amandemen konstitusi. La Nyalla pun menyebut perlu ada pembenahan atau koreksi atas hal itu.

“Bukan sibuk melakukan kritik kepada pemerintah atau Presiden. Karena presiden hanya menjalankan konstitusi dan peraturan perundangan. Meskipun Presiden bersama DPR membentuk undang- undang. Bahkan Presiden juga bisa menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang,” kata La Nyalla.

Karena melihat perkembangan arah bangsa yang sudah mulai melenceng itu lah, maka La Nyalla bersama para senator mendatangi kampus-kampus untuk menggugah kesadaran publik. DPD RI ingin memantik pemikiran kaum terdidik dan para cendekiawan agar terbangun suasana kebatinan yang sama, yaitu untuk memikirkan bagaimana Indonesia ke depan lebih baik seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa Indonesia.

“Mungkin ada yang bertanya, ada apa Ketua DPD RI bicara konstitusi. Bukannya DPD RI adalah Wakil Daerah, yang harus fokus memperjuangkan kepentingan daerah. Justru dari situlah semua bermula,” ucap La Nyalla.

Sejak dilantik sebagai Ketua DPD RI pada Oktober 2019, La Nyalla sudah berkeliling hampir ke seluruh provinsi untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dan permasalahan yang dihadapi daerah dan stakeholder yang ada di daerah. Dari hasil menyerap aspirasi itu, Ketua DPD RI menemukan satu kesimpulan, mengapa hampir semua permasalahan di daerah sama.

“Mulai dari persoalan sumber daya alam daerah yang terkuras, hingga kemiskinan dan indeks kemandirian fiskal daerah yang jauh dari kata mandiri. Setelah saya petakan, ternyata akar persoalannya ada di hulu. Bukan di hilir. Akar persoalan yang ada di hulu adalah ketidakadilan sosial,” urainya.

Ditambahkan La Nyalla, keadilan sosial sendiri merupakan tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, seperti dicita-citakan para pendiri bangsa dan menjadi sila pamungkas dari Pancasila. Persoalan ketidakadilan sosial disebut terjadi karena adanya kekuatan modal dan kapital dari segelintir orang untuk mengontrol dan menguasai kekuasaan.

“Mengapa ini bisa terjadi? Karena memang di dalam konstitusi dan undang-undang turunannya dibuka peluang untuk terjadinya dominasi segelintir orang untuk menguasai dan menguras kekayaan negara ini,” tutur La Nyalla.

Dengan berdiskusi dengan para cendekiawan, DPD RI punya harapan tersendiri. La Nyalla mengungkap alasan tersebut yakni agar muncul kesadaran para pejabat pemegang amanah untuk mengingat sumpah jabatannya dan kemudian duduk bersama untuk merumuskan perbaikan negeri ini ke depan.

“Dan bila rakyat, khususnya kaum terdidik di kampus sungguh-sungguh menghendakinya, maka DPD RI siap menjadi wadah yang menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut. Karena negeri ini dilahirkan oleh para founding fathers melalui kelompok dan perkumpulan civil society,” ucap La Nyalla.

Perkumpulan civil society itu diawali dengan lahirnya Budi Utomo, pada 20 Mei 1908. Lalu berlanjut lahirnya Kongres Pemuda, pada 28 Oktober 1928, yang digagas Perhimpunan Pelajar dan Perkumpulan Pemuda Indonesia.

“Mereka semua adalah elemen civil society. Bukan partai politik,” tegas La Nyalla.

Para pembicara antara lain Prof Kacung Marijan (Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga), Prof Badri Munir Sukoco (Direktur Sekolah Pascasarjana Unair) dan Dr Rahadian Salman (Koordinator Prodi Magister Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Unair).

Senator yang mendampingi Ketua DPD Sylviana  Murni (Ketua Komite III DPD), Bustami Zainudin ( Wakil Ketua Komite II), Eni Sumarni (senator Jawa Barat) dan Adilla Azis (senator Jatim).

Hadir juga Wadir 1 Sekolah Pascasarjana Unair Dr. Rudi Purwono, SE, M.SE, Wadir 2 Prof. Dr. Rr. Sri Pantja Madyawati, drh., M.Si dan Wadir 3 Dr. H. Suparto Wijoyo, SH, M.Hum.

 

Sumber  :  Relis

Editor      :  Yanti

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih