Redaksi Jakarta

Drs.M.Hatta Taliwang, M.I.Kom

Menuju Perubahan Bangsa Secara Demokratis

9 Mei 2021 - 457 View

Drs.M.Hatta Taliwang, M.I.Kom

RedaksiDaerah.com OlehDrs. M. Hatta Taliwang, M.I.Kom Institut Soekarno Hatta.

PENGANTAR : Rakyat umumnya sudah tahu ada belasan titik strategis dan ribuan tempat titik TPS kecurangan bisa dilakukan dalam sistem Pilpres / Pemilu. Karena itu para Capres jangan cuma asyik baca hasil survei atau sibuk urus President Threshols. Banyak hal yang harus dikerjakan bila ingin membangun demokrasi yang sehat khususnya dalam kaitan dengan Pilpres dan Pemilu. Karena umum sudah tahu bahwa Pilpres / Pemilu diduga diatur oleh Oligarki / Pemodal / Taipan, serta kerja sama dengan Petahana.

Kalau partai atau para Capres tak peduli dengan kebobrokan sistem Pilpres dan Pemilu bisa diduga partai dan Capres  tahu sama tahu dengan sistem itu. Atau cuma mau ribut saat Pilpres / Pemilu   seperti yang lalu lalu.

Banyak yang hanya fokus pada isu President Threshold (PT). Seolah-olah dengan beresnya PT maka kita akan mendapat capres yg bagus. Padahal PT itu cuma satu instrumen, cuma salah satu titik saringan dari perjalanan Pilpres yang panjang.

Ada 14 instrumen atau titik strategis yang ikut menentukan berjalan baik / benarnya Pilpres.

Peran pemodal / Taipan atau istilah Ki Burhan. Konglo Busuk, adalah sentral diduga kerjasama dengan Petahana

I. Hal-hal yang perlu diperhatikan Capres

1. Karena diduga Intelijen (negara) bermain untuk capres tertentu maka secara aturan dan etika demokrasi apakah diperbolehkan? Bukankah intelijen negara dan oknum intelijen negara mesti netral?

2. Lembaga Survei yang sekian lama membentuk opini yang kurang fair hendaknya ditertibkan. Jika ingin membangun demokrasi yang benar hendaknya Lembaga Survei jangan ikut merusak situasi kejujuran dan kebenaran dalam iklim demokrasi.

3. Akademisi atau intelektual punya tanggung jawab moral untuk menjaga situasi fair dan benar dalam Pilpres / Pemilu. Jangan membabi buta dengan membela sesuatu yang secara akal sehat tidak masuk akal hanya karena bayaran yang tinggi.

4.Tokoh Partai kalau mau mengajukan capres hendaknya mengajukan calon yang jelas riwayat hidupnya (dibedah dengan mendalam) jangan jual kucing dalam karung, jelas track record perjuangannya untuk rakyat, jelas pendidikan dan prestasinya, jelas riwayat karir dll. Pokoknya harus transparan dan rakyat boleh mempertanyakan capres yang diajukan partai.

5. Tidak mudah mendapatkan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh LSM yang bisa lebih obyektif memberikan opini publik terhadap Capres apalagi partai. Khususnya terhadap Capres seharusnya bisa bedakan mana emas asli dan mana emas palsu. Terhadap mereka yang sudah kena jaring, operasi senyap intelijen tentu lebih sulit  untuk berubah pendiriannya.

Terhadap buzzer hendak Capres atau partai bersikap keras karena mereka sungguh-sungguh merusak demokrasi.

6. Peran Media Massa dan medsos tentu diluar kontrol para Capres / partai. Tapi bagi Capres yang punya media massa terutama TV harus diatur dengan ketat supaya ruang publik tidak didominasi oleh opini Capres / partai tertentu.

7. Peran Aparat TNI / Polri / Kejaksaan.

Seharus nya jadi alat negara  yang baik dan benar dan tegas netral tidak berpolitik praktis.

Mereka ini kalau tidak netral maka peranannya sangat significant dalam membantu Capres / partai tertentu dalam pertarungan di lapangan. Jika kita sungguh-sungguh ingin berdemokrasi yang baik dan benar maka peran TNI / Polri / Kejaksaan haruslah benar-benar netral.

8. Begitu juga peran Birokrat / ASN yang mestinya sudah tahu aturan dan etika birokrasi. Jangan ikut-ikutan merusak demokrasi dengan ikut main politik praktis dalam proses demokrasi.

9. Peran KPPS hendaknya dijaga bersama. Karena itu kami usulkan semua Partai yang ikut pemilu selayaknya duduk sebagai anggota KPPS dan sekaligus menjadi saksi. Tak boleh ada lagi kematian misterius atas petugas KPPS sampai ratusan orang. Laporan hasil pencoblosan dari KPPS merupakan pegangan bersama hasil Pilpres / Pemilu. Disiarkan langsung agar Pemilu / Pilpres berlangsung cepat dan efesien. Hasil hitung cepat Lembaga Survei jangan disiarkan via TV secara langsung.

10. KPU/KPUD harus diisi juga oleh semua Partai yang ikut Pemilu. Beberapa skandal di KPU mengindikasikan ada ketidak beresan  KPU sebagai lembaga penyelenggara dan penanggung jawab Pemilu / Pilpres.

11. Begitu juga Peran Bawaslu / DKPP jangan terkesan sebagai lembaga basa-basi untuk pengawasan Pilpres/ Pemilu

12. KPK kalau tak netral bisa disalahgunakan untuk "mengkoruptorkan" atau "menggertak" seorang Tokoh partai atau Capres yang tidak disukai. Maka KPK juga harus netral.

13. Mahkamah Konstitusi (MK) sering dianggap publik sebagai Lembaga kontroversi dalam menghadapi kasus Pilpres / Pemilu. Terlalu panjang untuk diurai tapi hemat kami MK ini salah satu mata rantai Pemilu / Pilpres yang perlu dikritisi terus agar perannya menjadi lebih fair dan adil.

14. Lembaga / Tokoh Asing yang diduga memberi pengaruh apalagi bantuan atas seorang Capres / partai tak boleh ditolerir. Diharamkan. Pemilu /  Pilpres harus bebas dari "intervensi" asing.

Sudah saatnya Pilpres/ Pemilu bebas dari kendali apa yg disebut Ki Burhan sebagai Konglo Busuk, yang membuat Pilpres / Pemilu tidak berjalan fair dan demokratis. Sehingga sulit melahirkan Presiden / hasil Pemilu yang diharapkan rakyat. Mereka hanya mengabdi pada majikan yang membiayainya.

Sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah di MPR relatif lebih menjamin lahirnya Presiden yang diharapkan rakyat seperti telah kami urai dalam 7 seri tulisan kami sebelumnya.

II. Hal-hal yang perlu diperhatikan partai.

1. Jangan sibuk bikin partai  tapi abai atas permainan Pemilu.

2. Perjuangkan mati-matian agar di  KPPS duduk semua orang partai yang ikut Pemilu.

3. Kader partai dibina yang benar agar militan, jujur, berintegritas sehingga tak mudah disogok oleh siapapun untuk hasil pencoblosan.

4. Kalau  semua kader partai sudah duduk di KPPS maka tak perlu  lagi saksi-saksi saat pencoblosan. Kader partai di KPPS itulah saksi.

5. Hasil pencoblosan lewat WA / SMS / dll alat komunikasi langsung dilaporkan ke KPU PUSAT dengan tembusan ke DPP / DPW / DPD Partai. Juga ke KPUD Provinsi / Kabupaten dan lain-lain yang dianggap perlu. Hasil dari TPS / KPPS itu harus dianggap hasil Pemilu / Pilpres yang final.

6. KPU Pusat menyiarkan hasil pencoblosan langsung lewat TV. Bukan hasil Lembagai Survei yang disiarkan.

7. Pemilu dibuat sederhana. Tak perlu angka-angka diolah di Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi. Karena kecurangan bisa berlangsung dibanyak titik itu. Langsung dari TPS. TPS-nya didata dengan benar sehingga dalam pelaporan tak ada masalah.

Apa yang dilakukan di Kelurahan / Kecamatan / Kabupaten / Provinsi hanya bersifat administratif saja bukan sesuatu yang substantif yang mengubah anggka hasil Pemilu / Pilpres. Hasil Final Pemilu / Pilpres yang ditandatangani oleh KPPS dan partai di TPS.

 

Partai-partai berjuanglah yang serius agar sistem Pemilu dibuat sederhana. Jangan biasakan budaya birokrasi : "Kalau bisa dipersulit mengapa mesti digampangkan." Berjuanglah agar yang rumit jadi sederhana.

Masa' pola-pola Pemilu di negara lain yang sederhana tak bisa diterapkan di negara yang sudah 76 tahun merdeka.

Jakarta 9/5/2021.

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih